Skip to main content

Posts

Showing posts from September, 2015

Catatan Dari Bayah

Sebenarnya ada perasaan sedikit tidak enak jika harus makan di warung lain. Karena warung mami juga menyediakan makanan ringan seperti mie rebus dan goreng. Namun kami tetap memutuskan pergi keluar saja mencari warung lain. Sebelum kami pergi suami Mami mewanti-wanti kami jangan beli di warung di sebelah bawah seberang jalan. Suasana jalan malam itu cukup gelap. Untung saja kami masing-masing memiliki senter kecil yang kami beli di perjalanan. Lumayanlah meski tidak terlalu terang. Maklum saja harganya juga Cuma 5000 rupiah. Senter kecil buatan Cina dengan lampu led warna putih dan sudah dilengkapi dengan korek gas. Sekira 200 meter dari tempat Mami kami berhenti. Sebuah warung semi permanen berdinding bambu. Di depan warung nampak 3 orang lelaki tengah ngobrol entah apa yang mereka bicarakan. Kami memesan mie rebus sambil menunggu pesanan salah satu bapak-bapak yang duduk di sisi sebelah Timur depan warung menyapa kami. Bermula dari sinilah kami mendapat cerita-cerita yang

Kinahrejo Yang Semakin "Rejo"

“ Omahku tinggal kenangan ” tulisan warna merah di atas papan bercat hijau terpajang di antarapuing-puing rumah. Tak ada atap, dinding, maupun perabot, yang ada hanya sisa-sisa kusen, nyaris terlalap api, dan berbagai benda yang pernah meleleh. Seperti inilah kondisi bekas kediaman Mbah Maridjan, juru kunci gunung Merapi yang meninggal sewaktu erupsi tahun 2010 lalu. Pasca erupsi, Kinahrejo memang jadi tujuan wisata favorit di Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisatawan dari berbagai daerah sengaja datang melihat sisa-sisa dahsyatnya letusan merapi beberapa tahun silam.Desa Kinahrejo, meskipun terletak hanya beberapa kilometer dari puncak Merapi relatif mudah dijangkau. Tiket masuk juga ramah di kantong, sebagai gambaran saja jika Anda menggunakan sepeda motor untuk dua orang biaya masuk ditambah dengan parkir tak lebih dari sepuluh ribu rupiah. Akses menuju lokasi cukup memadai sehingga bisa dilewati kendaraan mulai dari sepeda motor hingga bus pariwisata. Sebagai catata

Bromo Itu Memang Indah Seperti Kata Orang

Bromo itu katanya memiliki pemandangan yang indah. Menikmati saat-saat matahari terbit di Bromo itu katanya sangat menarik. Di sana untuk menuju ke puncak katanya harus melewati padang pasir yang cukup luas. Namun katanya segala capek, lelah bakal terbayar ketika sudah sampai puncak. Dan selama bertahun-tahun masih ada rentetan “katanya” yang menjejali fikiran saya ketika nama Gunung Bromo disebut. Hingga kesempatan itu tiba..  Jelang siang hari di awal tahun 2010 saya memulai liburan saya menuju Bromo. Saya tidak sendirian. Ada 3 orang rekan lain yang hendak menghabiskan liburan awal tahun di sana. Namun karena lokasi tempat tinggal yang berbeda kami menetukan titik poin dimana bakal bertemu. Meskipun sebenarnya satu arah. Saya memulai perjalanan dari kota Tulungagung sedangkan ketiga orang rekan memulai perjalanan dari Yogyakarta. Titik pertemuan yang kami sepakati adalah pertigaan Brakan di daerah Kertosono. Di sinilah pertemuan jalur dari Selatan dan Barat.  Ini adal

Sepenggal Cerita Dari Taman Kusuma Wicitra Tulungagung

Ada banyak tempat yang telah berubah di kotaku. Salah satunya adalah taman di pusat kota yang kini dikenal dengan taman Kusuma Wicitra. Tempat yang dalam rekaman memori masa kecilku berupa alun-alun yang di tengah-tengahnya hanya berupa lapangan rumput yang kosong. Konon menurut cerita yang pernah kubaca dulu tepat di tengah-tengahnya ada sebuah pohon beringin. Konon di situlah pernah ada sebuah sumber yang besar atau dalam bahasa jawa kawi "Tulung" dan besar sendiri "Agung". Konon dari adanya sumber air yang besar nama kota ini berasal. Alun-alun kota ini dulunya sewaktu masih berupa lapangan rumput kosong dengan tiang bendera di tengah-tengahnya jadi ajang bermain sepak bola tiap sore hari dan malam kesan sepi terasa kecuali jika ada kegiatan tertentu seperti pasar malam. Kegiatan rutin yang juga selalu memakai lapangan ini adalah upacara bendera, serta sholat Ied. Tentang kegiatan besar yang pernah diselenggarakan yang masih kuingat adalah Seleksi MTQ nas

Angin Malam

Sedari tadi belum sempat aku menyeruput kopi panas, yang sudah terhidang di depanku. Perhatianku masih tertuju pada mahasiswi berkacamata. Pandangan mata ini rasanya tak mau bergeser dan terus mengarah padanya. Susah untuk menjelaskannya secara rinci, yang pasti aku begitu menikmati memperhatikan saat-saat ia menikmati cairan panas berwarna kehitaman itu. Untungnya, dia acuh tak acuh, seakan tak peduli seseorang sudah lama memperhatikan segala tingkah lakunya. Saat wajahnya tertuju padaku dia hanya tersenyum, tersipu malu dan kembali menikmati minuman panas khas warung angkringan ini. Dia masih saja cuek walau terkadang terlihat tersipu malu saat menyadari perhatianku padanya sejak tadi. Wanita cantik berada di sampingku. Heran juga semuanya terjadi secara kebetulan hingga sampai pada suatu ketika aku kenal, dan dekat dengannya. Namanya angin malam, dialah sahabat kesepianku. Suasana malam ini semakin hidup saja. Tiupan angin dan bunyi kereta api lewat belum lagi kerumunan