Skip to main content

Posts

Showing posts from June, 2023

Prof Hardjoso Projopangarso Membagi Ilmu Hingga Senja

Prof. Ir. Hardjoso Prodjopangarso Di usia 84 tahun masih mengajar program S-2 dan melakukan penelitian tentang teknik sipil hidro tradisional. Pensiun dini di usia 56 tahun agar bisa melanglang ke sejumlah daerah untuk memecahkan masalah pengairan. Menciptakan Tripikon, Pinastik A, Nyi Bunga Sihir, dan Nalareksa Bak Jantung. Tak haus tropi dan penghargaan. Resep bugarnya, mengangkut air di tengah malam. BEBERAPA mahasiswa nampak duduk santai di halaman depan gedung Laboratorium Teknik Tradisional Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Mahasiswa S-2 Program Teknik Sipil Hidro itu tengah menunggu kuliah yang diberikan Profesor Ir Hardjoso Prodjopangarso. Tepat pukul 09.00, sesuai jadual, nampak Pak Dosen dengan perawakan kecil dan terlihat sangat uzur itu berjalan mendekati kerumunan mahasiswa itu. Profesor Hardjoso menyapa mereka dengan ramah. Ia berjalan pelan menuju ruang terbuka di sebelah gedung. Para mahasiswa mengikutinya. Selama 45 menit dosen sangat senior itu memberikan penje

Grundelan Soal “Wisuda-Wisudaan”

Dulu, ketika ada orang bertanya “ kapan wisuda?”. Ini maksudnya sudah sangat jelas, pertanyaan yang diberikan kepada mahasiswa menjelang lulus. Namun sekarang “wisuda” bukan lagi milik mahasiswa jelang lulus saja. Sebab, mulai dari anak TK, SD, SMP hingga SMA sekarang juga “ikut-ikutan” menggunakan prosesi ini sebagai penanda kelulusan mereka. Bicara soal “wisuda” ini beberapa hari terakhir menjadi topik “hangat” dimana-mana. Di sebuah akun instagram ada keluh kesah orang tua calon wisudawati sekolah menengah pertama. Orang tua siswa ini intinya merasa prosesi wisuda terasa memberatkan, karena ia harus menyewa kebaya yang digunakan untuk wisuda putrinya. Sedangkan, harga sewa kebaya di kota tempatnya tinggal baginya sudah cukup mahal sekira lima ratus ribu rupiah. Dulu, jauh sebelum “wisuda” marak di semua jenjang pendidikan saya pernah menjadi orang yang punya pendapat wisuda bahkan di semua jenjang ga perlu. Sampai-sampai entah karena omongan yang menjadi kenyataan ada peristiwa lucu

Menulis Dari Hati...

Jelang siang, saya menepi di sebuah warung kopi di pusat kota Boyolali. Sambil menyeruput kopi Americano panas, saya terngiang kata-kata seorang kawan lawas dalam perbincangan lewat Whats App Messanger. "Aku masih terngiang postinganmu tentang kehormatan untuk menanam dan memanen", katanya. Sekarang, gantian saya yang terngiang kata-kata teman.  Bukan soal isi dari postingan tersebut, tapi ternyata bisa ya pesan-pesan sederhana yang saya posting melalui instagram itu kena di hati. Memang, walaupun sederhana isi dari postingan tersebut bersumber dari suara hati. Bermula dari pengamatan yang saya rasakan sebagai menantu dari petani dan tersampaikan.  Ketika sebuah tulisan diterima oleh pembaca itulah yang membuat saya bahagia. Perasaan yang rasanya sudah lama tidak saya rasakan. Hal inilah yang membuat saya kembali bersemangat aktif menulis mengisi lagi blog yang sudah begitu lama tidak diisi dengan kata-kata yang datangnya dari hati. Ya, saya kembali teringat kata-