“Le bagaimana kabarmu? Sehat kan. Simbok, Mas dan Mbakyumu semua sehat. Alhamdulillah jika tak ada kendala, sebentar lagi sawah milik Simbok sudah siap dipanen. Oiya sapi dan kambing kangmasmu sudah beranak pinak. Masmu sudah bernadzar Insya Allah beberapa bulan lagi bisa disembelih buat syukuran lulusanmu nanti “. SMS terakhir dari Simbok melalui Mbak Sri dua bulan masih tersimpan di ponselku. Setiap kangen rumah, membaca pesan singkat dari keluargaku mampu jadi pengobat rindu dan penyemangatku menyelesaikan studiku. Meskipun tak bisa kupungkiri, sebenarnya aku sudah begitu rindu dengan mereka, ingin pulang, atau setidaknya menghubungi simbok dan saudara-saudaraku lewat telfon. Namun simbok selalu melarang. Kata Simbok jadi lelaki harus kuat, tidak cengeng, selain itu tak ingin konsentrasiku terpecah sehingga mengganggu saat-saat menentukan di akhir studiku. Aku harus kuat sebulan lagi tugasku selesai. Kerinduan membawa keping-keping kenangan akan kampung halamanku. Semuanya mirip
Sebuah Catatan Perjalanan Anak Kampung