Skip to main content

Posts

Showing posts from August, 2007

benar katamu

Buat yang dirundung rindu Berteman sepi Berkawan sunyi Siapa yang kau maksud?..Apakah aku? Jawabmu.. Aku tak dirundung indu Aku tak berteman sepi Aku tak berkawan sunyi Coba kau lihat.. Kerumunan orang itu menghapus sepiku Memberangus rinduku Kau lihat kan mereka selalu ada Aku mengangguk-angguk saja dengarnya Pandanganku menerobos jauh melebihi dalam matamu Jauh disana dua sisi bergoyang kiri dan kanan Jauh disana kau seringkali berharap lewat pandangan jauh matamu memandang kalau kalau... Hehehehe... Aku tahu smusnya masih bergoyang Tak akan capai kestabilan engkaupun kembali bergabung dengan mereka engakaupun berkata siapa yang sunyi?? Siapa yang sunyi siapa yang rindu dalam ruang yang tak mudah diterobos dalam sebuah kotak kau simpan rapat sebuah jawaban benar katamu.. Kalibata 7 agustus 2007

Sang Penyair menunggu Jiwa..

Sang Penyair terduduk di tepi penantian... Dia terduduk lesu lelah karena rindu.. Wajahnya sayu.. tak ada ekspresi lain selain sayu dan hampa... hai...kenapa kau terdiam... tak adakah sesuatu yang bisa kau bagikan padaku...? Sekelebat bayangan malam menyapa sang penyair.. Sang penyair hanya menggelengkan kepala.. Ayolah berilah ceritamu... seperti biasanya kau bercerita, berceloteh, berpuisi, bersajak.. Ayolah seperti biasa aku melihatmu... Tak bisa... ayolah barang satu paragraf.. sudah kubilang tak bisa Dalam paragraf aku harus menyusun kalimat.. untuk satu kalimat aku membutuhkan kata-kata.. Untuk satu kata aku membutuhkan huruf.. aku tak bisa... Karena huruf keluar dari hati..yang terdorong oleh jiwa.. bagiamana bisa aku melakukannya jika jiwaku sudah terkurung.. hatiku sudah terhempas.. Aku tak bisa... Bayangan malampun hanya mengangguk entah mengerti atau apa dan sebentar kemudian muksa... Sang penyair tetap di tempatnya... Fikirannya masih teruju bagaimana ia bisa dapatkan hatin

Gadis kota

Gadis kota tersenyum kecil.. Kuning langsat kulit terlihat bersih dari asap knalpot dan pabrik yang mengurung kota.. Berlapis lapis topeng coba tutupi satu aura di parasmu.. Topeng bernama glamor metropolitan di lapisan pertama Dibelakangnya sorak sorai modernisasi ... semua mengikuti melekat erat di topengmu Auramu masih terpancar..sedikit berita terakam dalam anganku jangan-jangan ah yang terlihat kau memang sebagian sosok kecil yang terlindas kota.. Dengan Mode, gaya hidup dan tak lupa sebatang rokok yang kau hisap dalam diammu.. Agama..Tuhan..Semuanya hanya ada saat kesusahan menerpa.. Ah itu hanya pandangan burukku.. Satu aura terus berusaha meyakinkanku..semua yang kulihat hanya topeng dari ketidakmampuanmu menahan gejolak mtropolitan.. Sapamu dalam perjumpaan singkat.. Kau masih secantik dulu kukira saat kau sebut namamu dengan malu-malu pada satu waktu di sudut kota.. Apakah kau tidak lelah dengan semua itu? Aku bertanya padamu meskipun aku sendiri juga terlanjur menganggap met

Gadis Kecil Yang Berdiri Memandang Rembulan

Gadis kecil termenung dibawah naungan cahaya sang rembulan. Saat ini merupakan untuk kesekian kali ia memandangi benda berbentuk lingkaran dan memancarkan cahaya putih itu. Pandangan yang begitu mengharap seakan dirinya ingin memegang, memeluk bulan, mencium dan jika mungkin membawa masuk rumah sebagai teman tidur. "Kuteringat kejadian kemarin, dua hari lalu, tiga hari lalu, seminggu lalu, sebulan lalu, setahun lalu, sepuluh tahun lalu rasanya sama saja. Aku masih belum menemukan jawaban dari sang rembulan yang kunanti" Sang gadis tetap saja termenung berdiri tegak memandang rembulan. Di halaman depan sebuah rumah sederhana di pinggir jalan provinsi sebuah kotakecil itu. Dia masih ingusan tahu apa tentang hidup. Seorang yang masih bau kencur. "Wahai sang rembulan sahabatku tahukah kamu tentang kesepianku kali ini?" "Ah tak usah kau tanya tentang sebuah kesepian. Tak usah tanya tentang kesendirian. Kau sudah memiliki semuanya. Bertanya tentang kesepi

Selamat Jalan Bung Pram!

Selamat Jalan Bung Pram! Selamat Jalan Bung Pram Bumi Manusia Berduka…! Sosok tegar itupun harus kembali dari pasar malamnya Yang tersisa darinya hanyalah jejak langkah dari semua anak bangsa yang ternyata masih berda dalam kungkungan sebuah rumah kaca… Selamat Jalan Bung Pram…! Mungkin terlalu singkat aku sejak aku tahu karya-karyamu hingga belum sempat aku berbicara dan dialog dengan anda, andapun telah pergi. Anda adalah guru saya, lewat buku-buku dan artikel yang membuat saya begitu menggila dengan kata-kata yang meluncur begitu saja seperti kata anda. Kini tulisan itu mulai menggelinding begitu saja. Selamat Jalan Pahlawan …Perjuangan Bung tak akan sia-sia. Pembungkaman akan melahirkan ribuan orang Pram yang siap melanjutkan perjuangan anda. Selamat jalan ….! Memang benar dunia bukanlah pasar malam dimana orang datang dan pulang bersama-sama.. Sarang Elang 30 April 2006