Skip to main content

Angin Malam

Pada Suatu Malam

Sedari tadi belum sempat aku menyeruput kopi panas, yang sudah terhidang di depanku. Perhatianku masih tertuju pada mahasiswi berkacamata. Pandangan mata ini rasanya tak mau bergeser dan terus mengarah padanya.

Susah untuk menjelaskannya secara rinci, yang pasti aku begitu menikmati memperhatikan saat-saat ia menikmati cairan panas berwarna kehitaman itu. Untungnya, dia acuh tak acuh, seakan tak peduli seseorang sudah lama memperhatikan segala tingkah lakunya.

Saat wajahnya tertuju padaku dia hanya tersenyum, tersipu malu dan kembali menikmati minuman panas khas warung angkringan ini. Dia masih saja cuek walau terkadang terlihat tersipu malu saat menyadari perhatianku padanya sejak tadi.

Wanita cantik berada di sampingku. Heran juga semuanya terjadi secara kebetulan hingga sampai pada suatu ketika aku kenal, dan dekat dengannya. Namanya angin malam, dialah sahabat kesepianku.

Suasana malam ini semakin hidup saja. Tiupan angin dan bunyi kereta api lewat belum lagi kerumunan para konsumen lain yang berjejer duduk memenuhi sepanjang trotoar di jalan ini. Sekelompok pemusik jalanan mendatangi tempat kami menikmati malam ini.


"Mau request lagu apa?", tanya salah seorang dari mereka.

Sesaat aku tersenyum meliriknya. Seakan memberi kode yang menanyakan lagu apa yang dia inginkan.

"Terserah", jawabnya

"Terserah mas. Pokoknya yang enak didengar saja", jawabku mengulangi jawabnya


Pengamen mulai beraksi. Alunan musik dimainkan. Kali ini mereka bersenandung lagu "Yogyakarta". Suara yang mendayu-dayu diantara alunan alunan musik membuatku ikut terbawa suasana, persis seperti syair yang mereka nyanyikan. Tak sadar tanganku meraih segelas kopi dan pelan-pelan mulai menyeruput minuman berkafein yang sudah mulai dingin itu.

Malam yang indah. Kejadian kecil di tengah ramainya kota budaya. Dari kejauhan terdengar suara kereta api yang menuju stasiun Tugu. Suaranya seakan menyatu dengan suasana dan alunan yang ada di antara kami.


Angin malam; pasti kau ingin tahu siapakah dia? Akan kuceritakan pertemuan yang mempertemukanku dengannya. Dan segala sesuatu hingga sampai saat ini.

****

Namaku angin …………. Seperti namaku aku begitu ringan, berhembus kemanapun kusuka. Ada juga yang menambahiku dengan sebutan angin liar...


Dulu aku begitu membenci arti dari sebuah kesepian, kesunyian hingga datang suatu masa dimana kesepianku hilang, kesunyianku musnah. Saat yang begitu kunantikan. Sebuah imajinasi sering tergambar olehku itulah yang kudambakan. Saat kesepianku hilang aku akan lebih menikmati hidup.

Aku angin liar. Bisa pergi kemanapun aku suka. Tak ada yang mengekang dan tak ada yang mengurungku dalam ruang sempit diantara sekat-sekat kehidupan. Aku manusia bebas saat itu: saat sunyi sepi masih menyelimutiku.

Suatu saat ceritapun berubah. Suasanapun berganti. Pelan-pelan aku tak lagi menjadi angin liar. Aku hanyalah udara yang terperangkap dalam tabung gas. Saat sebuah cerita datang dan aku bersenyawa dengan unsur lain; Bintang kecil aku menyebutnya.

Saat yang dinanti ketika bintang kecil hadir dalam kesunyianku. Saat itulah angin liar tak lagi liar, tak lagi bebas. Angin liar menjadi begitu statis dalam kungkungan tabung perasaannya. Aku tak lagi merdeka.


Ada saat dimana senyawa kami jadi seperti aliran air yang dihadang oleh sebuah bendung yang terlalu rapuh. Senyawa yang tak terkendalikan hingga dalam waktu begitu singkat bendung itupun jebol. Jebol bukan karena luapan lumpur porong tapi karena senyawa itu memang harus berpisah. Senyawa itu tak tepat untuk dijadikan satu.

Akupun meluap. Aku yang telah berubah menjadi air tak lagi terkendalikan mengikuti kontur yang ada.


Dalam keputus asaan aku yang merasa hancur terkekang dalam sebuah lubang sempit.

****

Senja telah menyelimuti bumi tempatku berpijak. Hawa dingin menembus tulang. Semuanya begitu terasa apalagi saat angin malam bertiup. Hembusannya mampu menembus jaket tebal yang melindungi tubuhku.Motorkupun terus melaju membelah gelapnya jalanan diantara hutan wonosari.
Gelap di sepanjang jalan. Cahaya lampu kendaraan yang berlalu lalang yang sedikit membuat kegelapan itu terkurangi. Bayangan rentetan persoalan hidup mengiringi sepanjang perjalananku. Tentang pekerjaan, kisah masa lalu dan begitu banyak hal lain yang jika kuturuti akan mampu meledakkan isi otakku.


Bagian yang paling menarik saat melewati jalanan ini adalah saat diujung perbukitan menjelang jalan turun. Gemerlap lampu kota seperti titik-titik terang yang membelah kegelapan. Indah memang, pemandangan yang sering dinikmati pasangan muda-mudi yang terjebak rasa. Tak heran begitu banyak deretan motor yang terlihat disana.


Aku menengadah menatap langit. Kulihat tebaran angin di atas sana. Aku baru ingat ada sesuatu yang menghilang dalam kehidupanku. Aneh memang rasanya. Telah lama aku tak berhubungan dengan angin. Ia sepertinya lenyap begitu saja. Tak lagi bisa kutemui sepeda warna perak di perpustakaan kecil itu. Sehari, dua hari, tiga hari nampaknya ia benar-benar menghilang.


"Ayo berangkat, teman-teman sudah menunggu",

Aku mulai melangkah memasuki gerbong kereta tujuan ibukota itu. Aku harus meninggalkan kota ini dengan sebuah kisah yang pernah tergores di perpustakaan kecil itu.

Dalam hati aku hanya bisa berharap, berdo'a suatu saat bisa kembali bertemu kembali dengannya.

Perjalanan baru kumulai sepenggal. Sudikah kau selalu ada disisiku…

Ah tak usahlah kau berkata seperti itu . Kata-kata yang telah kukubur dalam sejarah hidupku. Satu yang pasti kuingin kita tetap bersama hingga menemukan arti dari kehidupan.

Di tengah diriku yang begitu terasing tak diperhitungkan untunglah masih saja ada sang angin yang sudi menemani hari-hari sepi dan malam-malam sunyiku. Bersama sang angin menikmati sepanjang jalan perjuangan. Bersama sang angin mencoba mencari arti kehidupan.

Apa Kabar Angin Malam!

Bawa Kabar Apa Kau Malam Ini? Kau Datang Dengan Tangan Hampa? Tak Bawa Rahasia Malamukah?

Kenapa Kau Diam Saja Angin Malam?

Kau Berhembus Dan Lewat Begitu Saja….

Ya Aku Tahu Dan Mampu Merasakannya…

Baiklah Angin Malam Aku Tak Akan Bertanya Lagi Kutahu Yang Kau Bawa Adalah Sebuah Rahasia Malam Yang Tak Bisa Kumiliki lagi..

Sekarang Pergilah Dan Bawa Rahasia Malammu itu

Sekarang Aku Tahu Bagaimanapun Juga Kau Hanya Angin Malam Yang Datang Berhembus Kemudian Pergi Lagi

Mungkin Saja Kau Esok Datang Lagi Dan Membawa Rahasia-Rahasia Lain Lagi

Setelah Sempat Berhenti DiTempatku Kini Kau Bawa Rahasia Malammu Ketempat lain…Yang Tentu Saja Tak Terjangkau Lagi Olehku..

Apakah Kau Akan Selamanya Berhenti Di sana? Atau Akan Kembali Lagi padaku Dengan Rahasiamu itu?

Mengapa jiwaku meski bergetar sedang musikpun manis kudengar...mungkin karena kulihat lagi lentik bulu matamu.....................kau goreskan gita cinta...

Gadjah Mada Kampus Tercinta, Oktober 2006

Comments