Skip to main content

Jangan Terlalu Cepat Menyimpulkan Kebenaran Sebuah Informasi

Di era medsos ini beragam informasi dengan begitu cepat dan masiv bisa tersebar melalui pesan di grup Whats App. Celakanya seringkali informasi yang hadir tersebut diterima bahkan diyakini kebenaranya tanpa melakukan cek dan ricek terlebih dahulu. Walaupun seringkali berasal dari sumber yang kurang valid. Namun tetap saja banyak yang menerima mentah-mentah dan membuat satu kesimpulan. Padahal terlalu cepat dalam menyimpulkan sebuah informasi bisa berakibat fatal.

Sekira awal tahun lalu saya punya pengalaman menarik saat melakukan perjalanan ke sebuah obyek wisata. Perjalanan saya ini bermula dari kata-kata seorang teman.

“Kalau ke Temanggung ada lokasi bagus, namanya Posong”, katanya,

“Akses menuju lokasi apakah gampang?” tanya saya,

“Gampang kok”, jawab teman saya.

Mungkin karena iming-iming “lokasi bagus” sayapun tergoda berkunjung kesana. Untuk lebih memastikan kebenaran informasi sayapun membuka informasi mengenai lokasi di aplikasi google maps. Ada beberapa info penting yang saya dapatkan, mulai dari soal akses ke lokasi hingga fasilitas pendukung.

Berbekal informasi dari aplikasi google maps, hari itu saya dan istri menuju ke puncak bukit posong. Sudah lama saya ingin mengunjungi kota Temanggung. Perjalanan selama sekira dua jam kami tempuh dari rumah menuju Temanggung kota. Selanjutnya dari pusat kota masih harus menempuh perjalanan setengah jam sampai di gapura masuk menuju bukit Posong.

Saat melihat gapura masuk obyek wisata Posong, sedikit keraguan mulai muncul dari dalam hati. Saya membayangkan gapura tersebut harusnya seperti tempat wisata lain yang nampak megah dan mencolok, namun ini tidak. Di gapura tersebut juga tak ada banyak orang seperti tempat wisata lain hanya seorang petugas penarik retribusi dan beberapa orang lain.

“Mobil saya bisa lewat pak?” mencoba memastikan, saya bertanya pada petugas di gapura masuk obyek wisata Posong, Temanggung.

“Bisa,“ Jawab petugas sambil mengangguk.Mendengar jawaban petugas saya langsung berbelok memasuki jalan akses menuju Posong.

Saya bertanya kepada petugas karena sempat membaca salah satu komentar di google map. Ada satu komentar menarik cukup menggelitik bagi saya. Komentar itu bunyinya “Wisata alam kok mahal,harus pakek ojek, perorang 20ribu berangkat ya doang,”.

Setelah beberapa meter mobil melintasi jalan akses kembali muncul rasa was-was, penyebabnya adalah jalan yang saya lewati makin lama bukanya makin lebar tapi justru menyempit. Apalagi setelah jalan yang semula aspal berubah menjadi jalan dengan konstruksi batu atau sering disebut makadam. Meski sebenarnya ada rasa was-was, saya tetap mencoba menyembunyikan di samping istri saya. Mobil sayapun terus berjalan pelan membelah jalanan berbatu diantara perkebunan kopi yang ada di sisi kanan dan kiri.

Meskipun di pos pertama saya sudah mendapat jawaban jika kendaraan bisa lewat, pertanyaan ini kembali saya tanyakan di dua pos berikutnya. Jawaban yang saya terima pun sama, untuk sementara saya cukup tenang walaupun jalanan batu tapi masih aman dan bisa dijangkau.

Mobil saya kembali berjalan, hingga akhirnya sesuatu yang sudah saya kuatirkan benar-benar terjadi. Saat melewati jalanan menanjak mobil rasanya tak punya lagi tenaga, meskipun posisi perseneling sudah di angka satu tetap saja roda hanya berputar di tempat.

“Aku tak turun dulu”, Istri saya pun makin panik dan minta turun dari mobil.

Mencoba untuk mengatasi rasa panik saya menarik tuas rem tangan. Saya mencoba kembali memasukan perseneling ke gigi satu dan kembali menginjak pedal gas tetap saja mobil tak mau bergerak. Di tengah rasa panik yang semakin memuncak saya mencoba mengamankan diri dengan berjalan mundur secara perlahan. Saya benar-benar pasrah, sudah tak ada lagi keinginan untuk sampai ke puncak dan satu yang terfikirkan adalah bisa pulang dengan selamat saja.

Di tengah-tengah kepanikan dan keputus asaan seorang tukang ojek melintas. Melihat mobil saya yang berhenti di tengah-tengah mas-mas tukang ojek menyapa

“Ada apa pak?”,

“Mobil saya tidak kuat naik pak”, jawab saya

Mas-mas tukang ojek itu sempat memberi saya arahan, namun entah fikiran saya benar-benar kosong dan kaki rasanya lemas. Mobil pun saya matikan saya keluar dan minta tolong tukang ojek untuk mengambil alih kemudi. Setelah mencoba beberapa cara akhirnya mobil saya bisa naik.

Hari itu nasib baik masih berpihak pada saya. Setelah mobil saya yang dikemudikan tukang ojek sampai atas, saya pun menyusul ke puncak posong yang sebenarnya hanya tinggal beberapa ratus meter lagi di depan mata menggunakan motor si tukang ojek.

Karena masih menyimpan trauma trauma, kami memutuskan hanya istirahat sejenak diatas. Setidaknya kami sudah cukup tenang bisa terhindar dari insiden yang lebih fatal. Sambil menyeruput secangkir kopi tubruk dan menikmati indomie rebus. Setelah merasa rileks kamipun menuruni bukit posong, tentu saja masih melalui bantuan tukang ojek.

Niat liburan dan menangkan fikiran nyaris berbuah celaka. Semuanya hanya karena terlalu cepat menyimpulkan informasi sepotong demi sepotong hanya dari satu sisi. Bodohnya saya terlalu yang terlalu cepat menyimpulkan “himbauan” naik ojek menuju lokasi wisata sebagai hal yang merugikan pengunjung tanpa pernah melihat hal ini dari kacamata pengelola yang sebenarnya hanyalah demi keselamatan calon pengunjung.

 Fathoni Arief

Berbagi takkan pernah membuatmu merugi

Comments