Skip to main content

Tentang Cinta Di Film 3 Doa 3 Cinta

Akhirnya rasa penasaran saya akan film 3 doa 3 cinta usai sudah. Beberapa waktu yang lalu saya menonton film yang berlatar belakang kehidupan di pesantren. Film yang membangkitkan kembali nostalgia saya akan sepuluh tahun yang lalu saat saya sangat dekat dengan dunia pesantren.

Film yang dibintangi oleh Nicholas Saputra dan Dian Sastro ini ditulis oleh seorang yang katanya berasal dari pesantren. Satu hal yang menarik bagi saya ternyata lokasi pesantren tempat shooting film tersebut katanya adalah rumah temen saya. Katanya sebuah pesantren di daerah Muntilan, Magelang.

Awalnya saya mengira film ini dengan judul yang "cinta-cintaan" dan cover bergambar Nicholas Saputra dan Dian Sastro kisahnya paling tak jauh dengan film-film sebelumnya. Cinta antara dua anak muda dan seterusnya. Ternyata dugaan saya salah.

Di film ini dikisahkan persahabatan tiga orang remaja, Huda, Rian dan Syahid. Mereka adalah tiga orang remaja yang tinggal di pesantren di kota kecil yang terletak di daerah Jawa Tengah.

Masing-masing dari mereka punya rencana hidup mereka setelah lulus dari pesantren dan SMA sebulan lagi. Di sebuah lokasi rahasia, sebuah dinding tua di belakang pesantren, di mana mereka menulis harapan-harapan mereka di dinding.


Huda (Nicholas Saputra), sejak kecil dititipkan ibunya di Pesantren dimana ia tinggal. Karena lama tak berjumpa dan rasa rindu membuatnya ingin mencari ibunya. Kabarnya sang ibu yberada di suatu tempat di Jakarta. Dalam usaha pencarian itulah Huda bertemu dengan Dona Satelit (Dian Sastrowardoyo) seorang penyanyi dangdut pemula yang manggung di dekat lokasi pesantren dan terobsesi menjadi bintang terkenal di Jakarta. Akhirnya Huda terjebak asmara dengan Dona meski tujuan awalnya ingin mencari ibunya.


Rian (Yoga Pratama) seorang santri dari suatu kota besar. Ia pernah punya keinginan saat ia masih kecil dibelikan sebuah handycam. Setelah sekian lama akhirnya keinginannya terwujud.Dia mendapatkan kado sebuah handycam dari ibunya pada saat ulang tahunnya. Ia terobsesi melanjutkan usaha ayahnya mendirikan usaha video shooting.

Suatu saat datanglah rombongan pasar malam terutama layar tancap yang kebetulan sedang singgah di desa. Hal itu membuat Rian semakin obsesif terhadap kamera. Rian ingin melanjutkan usaha Ayahnya


Syahid (Yoga Bagus), berasal dari keluarga miskin. Ayahnya sakit keras. Syahid merencanakan sesuatu yang besar dalam hidupnya yang akan memberikan dampak bagi kedua temannya. Ada satu kalimat yang menggetarkan hati saya. Saat masing-masing mereka bercerita tentang cita-cita Syahid berkata " Saya sesuai dengan nama saya ingin mati sayhid"..kalau tidak salah begitu kata-katanya.

Dalam perjalananya ternyata situasi merubah hidup mereka. Mereka bertiga bersama sang kiai ditangkap dengan tuduhan terlibat terorisme setelah handycam yang berisi rekaman latihan dan kata-kata syahid ada di tangan polisi.

Yah..sebenarnya secara umum ceritanya segar ada hal-hal lucu, sedih yang ditampilkan, namun nampaknya saya merasa ada sesuatu yang ga tuntas. Mungkin saja durasi filmnya kurang panjang.Meski demikian saya tetap resepek dengan film berlatar pesantren ini.

Angan saya kembali terbawa di satu masa di pertengahan tahun 2000. Saya masih ingat pesan dari Kiai saya waktu itu.

" Ada apa Gus?"tanya beliau.

" Saya pamit Kiai. Saya akan ke Jogja menempuh studi di bangku kuliah," jawab saya.

" Yah dimanapun berada jangan lupa untuk belajar ilmu Agama," kata beliau.

Yah, kini sudah hampir sembilan tahun saya tinggalkan pesantren. Ada rasa rindu, rasanya ingin kembali ke masa-masa itu.

Pancoran, 29 Januari 2009












Comments

Anonymous said…
jiee ada yang kangen ama suasana pondok nih.. reunian lah..
Anonymous said…
kamu dulu anak pondok ta?
mosok se? kok gaule sama andhi? huehehe...

aku jadi pnasaran pengen nonton film ini, ada dian sastronya hehehe...