Skip to main content

Menanti Akhir Episode Drama Persepakbolaan Negeri Ini

Ibarat serial drama, prosesi pemilihan ketua umum PSSI sudah sampai tahap yang membosankan. Bukan akhir cerita yang didapat namun cerita demi cerita baru yang diulur-ulur dengan terlalu banyak episode. Seperti halnya menonton sinetron yang tak kunjung selesai ceritanya, mengikuti konflik di tubuh PSSI ini, masyarakat sudah jenuh mengikuti konflik demi konflik, adegan demi adegan dan sudah menanti-nanti seperti apa akhir cerita drama tersebut. Mereka tak sabar menanti siapa yang bakal menjadi ketua umum, pengurus dan mau dibawa kemana PSSI kita. 

Dalam sejarah pemilihan ketua umum satu induk olahraga di tanah air, mungkin pemilihan ketua umum PSSI bakal dicatat sebagai satu prosesi begitu panjang dan rumit. Betapa tidak, untuk mengganti pengurus saja harus diiringi dengan berbagai konflik dan intrik yang terjadi. Dimulai dari dugaan penggalangan kekuatan di Bali, kecurangan terhadap bakal calon, hilangnya surat suara, pemindahan lokasi kongres. 

Puncaknya adalah kericuhan saat berlangsungnya kongres di Pekanbaru. Kericuhan yang terjadi dalam kongres yang berlangsung 26 Maret lalu berawal dari kedatangan pihak yang mengaku sebagai KPPN tanpa membawa tanda pengenal mereka memaksa masuk ke dalam ruang sidang. Buntut dari kekisruhan ini Ketua Umum, Sekjen PSSI, meninggalkan ajang kongres dan menggelar sidang darurat di Bandara Sutan Syarif Hasim II. Mereka secara sepihak memutuskan kongres dibatalkan karena situasi yang dinilai tidak lagi memungkinkan. Meskipun saat yang bersamaan, KPPN tetap melanjutkan kongres. 

Menanggapi kisruh tersebut FIFA akhirnya bersikap. Mereka mengambil alih PSSI dan menunjuk satu komite Normalisasi. Komite ini terdiri dari beberapa nama yang bertugas mengawal hingga berlangsungnya kongres PSSI tanggal 20 Mei nanti. 

Rupanya itu belumlah usai, konflik kepentingan ternyata masih terjadi dan masih ada pihak yang belum puas dengan keputusan FIFA. Setidaknya melalui pengakuan salah satu anggota Komite Normalisasi, FX Rudi Hadyatmo. Wakil Walikota Solo ini merasa ditekan oleh para pemilik suara atau yang menamakan diri sebagai kelompok 78 untuk menandatangani surat pencabutan keputusan-keputusan Komite Eksekutif dan Komite Disiplin PSSI periode 2007-2011. Untung saja ketua KN, Agum Gumelar termasuk pihak yang menolak menandatangani. 

Meski diwarnai sejumlah masalah yang belum selesai proses pemilihan bakal calon ketua masih terus berjalan. Hingga saat ini beberapa nama yang telah didaftarkan sebagai calon Ketua Umum adalah Adhyaksa Dault, George Toisutta, Adhan Dambea, Diza Rasyid Ali, Djohar Arifin Husin, Wahidin Halim dan Arifin Panigoro. Nama-nama tersebut masih mungkin bertambah atau justru menyusut saat komite Pemilihan mengumumkan siapa-siapa saja yang berhak maju sebagai calon ketua umum di kongres nanti. Apalagi dalam daftar tersebut terdapat nama yang sudah ditolak FIFA. 

Mengamati rentetan demi rentetan kejadian, bisa kita amati betapa susahnya memilih pengurus baru di tubuh PSSI. Bisa dibayangkan betapa menguras energi, fikiran dan biaya. Walaupun ada tanda-tanda cerita bakal usai namun seperti apa akhirnya masyarakat hanya bisa menduga seperti apa akhir dari drama suksesi di tubuh PSSI. Harapan masyarakat konflik di organisasi sepakbola negeri ini segera usai dan diwarnai dengan lancarnya penyelenggaraan kongres nanti. Sehingga bisa memunculkan nama pengurus baru yang benar-benar merupakan representasi suara dari masyarakat, dan tentunya memiliki kemauan untuk memajukan sepakbola negeri ini yang tengah terpuruk. Semoga saja ini juga sebagai akhir episode drama yang sudah terlalu menjemukan dan membosankan, karena tugas kita tak hanya memilih pengurus namun mengembalikan kejayaan sepakbola negeri ini setidaknya di tingkat Asia Tenggara. 

Fathoni Arief 

Pemerhati Sepakbola



Berbagi takkan pernah membuatmu merugi

Comments