Skip to main content

Gelombang Besar Menerpa Perahu Negeriku


Sungguh memprihatinkan. Ibarat sebuah perahu, negeri ini tengah diombang-ambingkan oleh gelombang. Gelombang yang datang silih berganti membuat para penumpangnya menanti kelihaian sang nakhoda dan para awaknya selamat sampai tujuan. Namu, rupanya tak hanya gelombang sebagai masalah, di dalam perahu besar negeri para penumpang sendiri juga tengah bertikai.

Seperti itulah kondisi perahu negeri ini, yang belum lepas dari krisis, dan terus disibukkan oleh pertikaian demi pertikaian yang melibatkan sesama anak bangsa sendiri. Lihat saja, di luar sana masyarakat begitu mudah tersulut oleh hal-hal yang terkadang remeh. Perhatikan rentetan peristiwa yang mewarnai pemberitaan di berbagai media baik cetak maupun elektronik. Hampir setiap hari selalu saja ada entah itu tawuran antar kampung, keributan suporter sepakbola, demo yang berakhir ricuh, tawuran antar pelajar, penyerangan oleh satu kelompok terhadap kelompok lain. Dua peristiwa paling aktual terjadi adalah kerusuhan di Temanggung dan penyerangan sekelompok warga terhadap Jamaah Ahmadiyah di Cikeusik, Banten.


Di Temanggung, massa yang tidak puas atas tuntutan 5 tahun penjara kepada terdakwa penistaan agama Antonius Richmond Bawengan, mengamuk. Mereka merusak sejumlah fasilitas termasuk beberapa rumah ibadah. Massa yang terdiri dari beberapa ormas ini tidak terima dan marah karena menilai tuntutan terhadap terdakwa terlalu ringan tidak sebanding dengan kesalahan terdakwa, pelaku telah menyebarkan selebaran menjelek-jelekkan agama Islam.

Sebelumnya, kerusuhan juga terjadi di Cikeusik, Banten. Sekelompok warga menyerang kelompok Jamaah Ahmadiyah. Akibat peristiwa ini, sejumlah bangunan, kendaraan rusak dan 3 orang, semuanya anggota Jamaah Ahmadiyah, tewas.

Peristiwa kerusuhan baik yang terjadi baik di Banten maupun Temanggung langsung mengundang kecaman dari berbagai pihak. Bahkan ada sinyalemen ada pihal lain yang sengaja memancing kerusuhan. Mengutip pernyataan mantan ketua PWNU yang sekarang menjabat Sekjen International Conference of Islamic Scholar (ICIS) Hasyim Muzadi, ia meminta umat beragama berhati-hati dan waspada terhadap berbagai upaya pemecahbelahan persatuan umat beragama.(Suaramerdeka.com (9/2)).

Hasyim menduga, upaya pemecahbelahan tersebut bisa saja terkait dengan gerakan lintas agama yang melontarkan kritikan pedas terhadap pemerintah. Seperti yang kita tahu, akibat kritikan tersebut sejumlah pihak merasa dirugikan.

Pendapat lain diungkapkan oleh Sekjen DPP PDI Perjuangan Tjahyo Kumolo. Menurutnya kedua peristiwa tragis baik penyerangan kepada jamaah Ahmadiyah di Pandeglang Banten maupun kerusuhan umat beragama di Temanggung memilukan. Keduanya  membuktikan, pemerintah tidak mampu memberikan jaminan rasa tenang dan aman bagi warga masyarakat. Menurutnya, pemerintah terkesan lambat dan membiarkan peristiwa tersebut terjadi.( Suaramerdeka.com (8/2)). Tanda tanya besar terhadap kesan reaksi pemerintah memang patut dipertanyakan bukankah ini peristiwa yang kesekian kalinya terjadi.

Sosok Nakhoda Tangguh

Untuk bisa lepas dari berbagai terpaan gelombang, perahu negeri ini butuh Nakhoda yang tangguh, yang memberi kepastian penumpangnya selamat dari terpaan badai dan gelombang. Rakyat butuh seorang pemimpin tegas. "Nahkoda seharusnya cepat bertindak untuk menyelamatkan kapal dari gelombang," kata Syafii Maarif saat menghadiri "Deklarasi Rumah Pengaduan Pembohongan Publik Kota Solo" di Gedung IHPI Surakarta, Jumat 11 Februari 2011. (Tempointeraktifnews.com 12/2/11).

Jika pemerintah saja tak mampu menjamin, lalu warga masyarakat berharap kepada siapa. Sebagian masyarakat hanya bisa pasrah menanggapi hal tersebut. Namun banyak juga diantara mereka yang jadi sempit hati. Seringkali masyarakat berfikir singkat, ketidakpercayaan kepada pemerintah, penegak hukum seringkali membuat mereka mengambil jalan pintas. Main hakim sendiri, pengrusakan, penyerangan hingga berakibat pada jatuhnya korban jiwa dan materi sudah menjadi hal yang makin biasa.

Sampai kapan hal ini akan terjadi. Semoga tak berlama-lama negeri ini dalam kondisi seperti ini. Jangan sampai negeri ini makin tidak tertata, tak terkendalikan. Jangan sampai luka demi luka, kekecewaan demi kekecewaan masyarakat meledak seperti yang tengah terjadi di Mesir dan Tunisia. Rasanya sudah cukup kita belajar dari berbagai pengalaman di masa lalu. Sudah lupakah kita dengan peristiwa tahun 98?

Apakah perahu yang bernama Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa, budaya ini memang benar-benar terancam karam? Saya kira kita perlu waspada. Pelajaran dari masa silam sebuah kerajaan besar, negara adi daya, Turki Usmani, dengan  ibukota Istambul itu, juga menjadi sebuah Negara adi daya pada masa jayanya.Wilayah kekuasaannya meliputi sebagian besar Eropa Timur, Timur Tengah, dan Afrika Utara. Bahkan, Negara-negara Islam di daerah yang lebih jauh juga mengakui kekuasaannya. Kurang tangguh dan besar apa Turki Ustmani namun karena lemahnya para penguasa yang ada membuat negeri itu runtuh. Apalagi negeri ini yang belum genap berusia satu abad.

Boleh saja mereka yang dengan seenaknya menipu rakyat, korupsi, mengambil yang semestinya bukan menjadi hak mereka merasa aman, lepas dari jerat hukum. Namun jangan salahkan rakyat jika kesabaran masyarakat sudah hilang. Bendungan sebesar apapun bakal jebol jika air yang tertampung sudah melebihi batas kemampuanya begitupula dengan kesabaran manusia. Ayo para wakil rakyat, para pemimpin, mereka yang diberi amanah rakyat untuk menjaga amanah tersebut. Jangan lagi bersandiwara, mengakali hukum, tunjukan bahwa yang benar itu benar dan yang salah itu salah. Ayo selamatkan perahu kita agar bisa selamat sampai tujuan. Semoga!


Perahu retak


Perahu negeriku, perahu bangsaku
menyusuri gelombang
semangat rakyatku, kibar benderaku
menyeruak lautan

langit membentang cakrawala di depan
melambaikan tantangan

di atas tanahku, dari dalam airku
tumbuh kebahagiaan
di sawah kampungku, di jalan kotaku
terbit kesejahteraan

tapi kuheran di tengah perjalanan
muncullah ketimpangan

aku heran, aku heran
yang salah dipertahankan
aku heran, aku heran
yang benar disingkirkan

perahu negeriku, perahu bangsaku
jangan retak dindingmu
semangat rakyatku, derap kaki tekadmu
jangan terantuk batu

tanah pertiwi anugerah ilahi
jangan ambil sendiri
tanah pertiwi anugerah ilahi
jangan makan sendiri

aku heran, aku heran
satu kenyang, seribu kelaparan
aku heran, aku heran
keserakahan diagungkan


(Franky Sahilatua)

Fathoni Arief
Penulis, Pemerhati Masalah Sosial tinggal di Yogyakarta


Berbagi takkan pernah membuatmu merugi

Comments