Skip to main content

Apa Kabar Gerakan Belajar Masyarakat!


Bermula dari program di keluarga gerakan belajar masyarakat akhirnya menyebar ke berbagai wilayah di indonesia. Siapa nyana program itu besasal dari seorang guru biasa bernama Wasis Siswanto.

KabarIndonesia- Wasis Siswanto masih terlihat segar bugar di usia senjanya. Hampir sepuluh tahun setelah pensiun dari pekerjaannya sebagai guru dan kepala sekolah ia masih disibukkan dengan berbagai aktivitas terutama di bidang pendidikan. Saat ini selain mengurusi KUD wasis juga masih aktif sebagai anggota dewan pendidikan provinsi DIY.

Saat ditemui Wasis tengah menjelaskan sesuatu pada sekelompok siswa SMP Budya Wacana di kantor KUDnya. Ayah dari tiga orang anak inipun mempersilahkan saya untuk duduk dan menunggu barang sebentar.

Rupanya saya bukanlah wartawan pertama yang mewawancarainya. Ia menunjukan sebuah majalah terbitan pemerintah daerah yang memuat foto dirinya setelah menerima penghargaan lewat pencanangan program JBMnya.

Wasis Siswanto memang tak bisa dipisahkan dari slogan "jam belajar masyarakat". Dari pria kelahiran Kulon Progo 15 Maret 1937 itulah program ini lahir. Saat ditanya tentang asal mulanya Jam Belajar Masyarakat sejenak saya diajaknya menjelajahi masa silam. Saya diajak ke masa tahun 1975 yang menjadi cikal bakal program ini. Tahun 1975 memang menjadi kenangan tersendiri dan sebagai titik balik lahirnya jam belajar masyarakat.

Kejadian tahun 1975 begitu membekas di ingatan Wasis Siswanto. Saat itu ia begitu disibukkan dengan kegiatannya sebagai ketua RK, guru dan kepala sekolah di SD Budya Wacana dan Kepala Sekolah STM Budya Wacana. Kegaiatan yang secara tak disadarinya telah menyita waktunya selama hampir duapuluh empat jam."Waktu saya semua buat pengabdian sehingga buat keluarga kurang", tegasnya.

Tahun 1976 sebuah peristiwa penting menyadarkannya. Salah seorang anaknya tidak naik kelas. Berawal dari kejadian itu ia mulai Flash back dan introspeksi apa sebabnya. Dari hasil penelusurannya didapatkan sebuah penyebabnya. "Kepedulian orang tua kurang karena sibuknya kegiatan", jelasnya. Mulai saat itu dibuatlah kesepakatan dalam keluarganya. Mulai jam 6 hingga jam 9 malam anak-anaknya harus belajar. Untuk memastikan diperlukan pengawasan dengan cara ditunggui dan itu ditugaskan pada sosok istrinya. Ternyata semua mulai menunjukkan hasilnya. Pada perkembangannya nilai anaknya naik dan terus membaik. "Saya mengambil kesimpulan jika belajar teratur, terbimbing nilai anak akan naik",

Sebagai ketua RK tiap bulan Januari dan Juni ia sering berkeliling dari RT ke RT. Pengalaman meningkatkan prestasi anaknya lewat pengontrolan itupun diceritakannya. Dari hasil pengalaman dan tukar pikiran tersebut membuat ketertarikan warga kampong Karangwaru Lor, sehingga pada tanggal 28 Maret 1980 lahir kesepakatan Jam Belajar Masyarakat. Karena ada kesepakatan maka dibuatlah sistem komando yaitu pakai kentongan yang dipukul pada jam enam sore.

"Sebuah kesepakatan warga yang sungguh mengharukan. Saat itu ketua RT bertindak langsung sebagai pengawas", kenangnya. Sejak dilaksanakan tahun 1980an sebenarnya gaungnya dimulai tahun 1983 setelah seorang wartawan KOMPAS Julius P menulisnya dan memuatnya di halaman pertama. "Sejak diberitakan oleh KOMPAS tanggal 13 Agustus 1983 tersebut wartawan lokal mulai berdatangan dan mencari tahu apa itu jam belajar?", ingatnya.

Setelah berkembang di daerahnya tanggal 16 Maret 1991 programnya diseminarkan di BAPPEDA DIY. Dari seminar itu ada kesimpulan Jam Wajib Belajar Diganti menjadi Jam Belajar Masyarakat yang selanjutnya ditindaklanjuti oleh dinas P dan P dengan menjadikan kota Yogya sebagai pilot project pelaksanaan program ini.

Antara tahun 1992 hingga 1995 program ini dilaksanakan di beberapa RW di 45 kelurahan di Kota Yogyakarta. Dari Karangwaru Lor akhirnya program itu menyebar ke seluruh DIY. Lewat SK gubernur sekitar tahun 1995 program ini dicanangkan untuk tingkat DIY.

Program JBM kini tak hanya ada di Yogya, bahkan beberapa daerah di luar Jawa juga ikut mengadopsi dengan langsung berguru dari daerah asalnya.

Selain sebagai pelopor JBM beberapa penghargaan juga pernah diraihnya diantaranya sebagai motivator KB tingkat provinsi dan kodya Yogyakarta. Beberapa jabatan juga pernah disandangnya, selain sebagai guru dan kepala sekolah kursi sebagai anggota dewan juga pernah ditempatinya. Pada periode 1988-1992 menduduki kursi anggota dewan mewakili Golongan Karya.

Di usianya yang terus menua semangatnya untuk memajukan dunia pendidikan ternyata belumlah padam. Sebuah harapan terlontar, satu harapan agar pendidikan di negeri ini bisa lebih maju dengan tetap berdasarkan penguatan budi pekerti.

Comments