Skip to main content

Menanti Bangkitnya Perkeretaapian Indonesia

Sesaat setelah terjadinya kecelakaan KA api Logawa yang terguling di Dusun Petung, Desa Pajaran, Kecamatan Saradan, Kabupaten Madiun, Jawa Timur saya sempat berfikir membuat tulisan untuk mengkomentari kejadian tersebut. Saya tergelitik dengan analisa sebab tergulingnya kereta yaitu Kereta Api melaju diatas kecepatan yang diijinkan ketika menikung(kecepatan normal kereta saat melintas di tikungan maksimal sekitar 70 kilometer per jam. Namun berdasarkan rekaman perjalanan yang diakses KNKT melalui internet, kecepatan kereta saat itu antara 83-89 kilometer per jam).

Belum sempat menulis komentar saya dan beberapa bulan berlalu, berita tentang kereta api kembali menarik perhatian masyarakat. Rentetan tragedi tengah perkeratapian Indonesia. Mulai dari Kecelakaan kereta Argo Bromo dengan Kereta Senja Utama Semarang di Parakan, kereta Bima dengan kereta Gayabaru Malam Selatan dan yang terbaru terbakarnya Kereta Api yang tengah diparkir di stasiun Rangkasbitung Banten. Seperti biasanya kembali masinis kereta yang disalahkan. Masinis kereta Argo Bromo disalahkan karena dianggap lalai, mengantuk saat mengemudikan kereta api. Berita terbaru adalah rusaknya puluhan KRL Jabotadebek kelas ekonomi yang menyebabkan terbengkalainya puluhan ribu penumpang.


Penyediaan Sarana dan Prasarana

Perkeretaapian Indonesia memang tengah menjadi sorotan. Fasilitas yang dimiliki untuk memberi pelayanan kepada konsumen masih jauh dari memuaskan. Khususnya fasilitas bagi masyarakat kelas menengah kebawah. Lihat saja dan amati bagaimana kondisi kereta api kelas ekonomi. Kondisi gerbong yang kotor, jumlah penumpang yang over, toilet yang tidak manusiawi, keamanan serta kenyamanan selama perjalanan.

Harga tiket kereta Api dari tahun ketahun makin terus meningkat. Khususnya untuk kelas eksekutif dan bisnis. Kenaikan tersebut makin terasa lebih-lebih saat momen liburan panjang seperti lebaran. Sayangnya naiknya harga tiket tersebut tidak sebanding dengan penambahan layanan kepada penumpang. Untuk kereta api kelas eksekutif misalnya, beberapa tahun lalu masih ada fasilitas makan dan minum namun perlahan berkurang menjadi roti dan sekarang sama sekali tidak ada. Begitupula dengan kenyamanan, untuk kereta kelas bisnis lalu-lalang pedagang pengemis yang bermoduskan tukang sapu tak henti-hentinya mengganggu perjalanan. Begitulah gambaran di kelas eksekutif dan ekonomi sedangkan untuk ekonomi tak perlu bertanya lagi bisa anda bayangkan sendiri.

Mengenai pembangunan dan penyedian sarana prasarana saya akui memang PT KAI terus menambah. Seperti pembangunan jalur ganda, dan penambahan fasilitas di stasiun. Namun menurut saya jika dibandingkan dengan usia dari perkeretapian Indonesia hal-hal seperti itu menjadi tidak berarti apalagi jika dibandingkan dengan punya negeri tetangga.

Kapan Bisa Melaju Kencang

Meskipun hingga sekarang masih memiliki banyak kekurangan, saya menyimpan harapan yang besar terhadap perkeretaapian Indonesia. Menurut saya sarana transportasi inilah yang paling cocok khususnya untuk pulau Jawa. Sarana transportasi yang sekali angkut mampu membawa penumpang dalam jumlah banyak bandingkan dengan yang lain. Apalagi jika suatu saat sarana dan prasarana sudah mendukung hingga kereta bisa melaju dengan kencang saya membayangkan betapa nikmatnya menempuh perjalanan dari satu kota ke kota lain. Terlebih kota tempat tinggal saya memang dilewati jalur kereta api. Kira-kira kapan hal tersebut bisa terealisasi? Hmm kita tunggu saja.

FATHONI ARIEF

 What A Wonderful World (Luis Amstrong)

Comments