Skip to main content

Suatu Senja Di Istana Ratu Boko


Mendung mulai menyelimuti langit Jogja ketika sepeda motor bebek itu meninggalkan Berbah menuju Plaosan.Waktu itu jelang pukul 3 sore dan terik matahari masih terasa meskipun hitam memudarkan warna biru keputih-putihan langit. Namun jam segini waktu yang tepat jika ingin mendapatkan senja yang sempurna di Istana Boko.

Ada beberapa lokasi yang ingin kami kunjungi selain Plaosan sebagai tempat pertama. Sebagai penutup kami ingin menikmati perpisahan dari terang menuju gelap di bukit Boko. Kebetulan meskipun bertahun tahun tinggal di Jogja belum sekalipun menginjak lokasi tersebut.

Perjalanan dari Berbah menuju Plaosan bisa ditempuh dalam waktu kurang dari setengah jam dengan kecepatan normal. Plaosan jika dari arah Jogja bisa dicapai dengan melewati jalan raya Jogja Solo menuju Prambanan. Sesampainya di kawasan Candi Prambanan berbelok ke arah kiri menuju Utara kurang lebih 1,5 km. Sesampainya di perempatan ambil saja arah ke kanan sekira 1 km. Candi Plaosan terletak di sebelah kiri untuk candi Plaosan Lor dan sedikit ke Selatan untuk Plaosan Kidul. Untuk bisa mengelilingi kawasan candi pengunjung terlebih dulu harus lapor penjaga. Ada retribusi yang dikenakan.

Candi Plaosan Lor, kesan pertama berkunjung di kompleks ini saya begitu terkesima. Membayangkan bagaimana ahli bangunan masa lampau membuat satu kompleks bangunan yang begitu megah. Bagaimana teknik menata batu-batu hingga tersusun menjadi bentuk-bentuk yang indah. Kompleks candi Plaosan yang ada saat ini kabarnya bisa lebih luas lagi. Jika dilakukan penggalian di sekitar masih ditemukan peninggalan-peninggalan. Permasalahannya terkait dengan kepenmilikan lahan oleh warga. Saya berkeliling dari satu sudut ke sudut lain. Mengamati bentuk dan mencoba membayangkan masa lalu. Bagaimana kondisi jika candi-candi tersebut kesemuanya masih utuh. Bersama seorang rekan (Honas Firdaus) saya mencoba merekonstruksi masa lalu. Dengan imajinasi saya. Namun masih belum mampu menjangkaunya. Ada banyak hal yang bagi saya masih misteri.

Candi Plaosan diperkirakan masih satu era dengan candi Prambanan yaitu dibangun saat kejayaan Mataram lama. Namun perbedaanya candi ini merupakan candi Budha. Dari informasi teman beberapa bagian dari candi ini seperti bentuk pegangan di tangga naik mirip dengan yang ada di Dieng dan beberapa Candi.

Waktu tak terasa bergerak dengan cepat. Sejam berlalu tanpa terasa. Saya mendongak ke atas melihat perlahan awan hitam mulai menghilang. Harap-harap cemas dalam hati menginginkan cuaca cerah sehingga senja bisa kami dapatkan.

Setelah puas mengambil gambar dan mengambil foto-foto candi kami istirahat sejenak di sebuah mushola kecil di dalam kompleks candi. Kami menjalankan ibadah sholat Ashar sebelum melanjutkan perjalanan ke lokasi berikutnya.

Istirahat sejenak dan memulihkan tenaga kami segera menuju Bukit Boko. Sebenarnya ada beberapa alternatif yang ditawarkan rekan saya. Ada 2 candi lain yang ada di sekitar sana. Namun yang memiliki akses cukup bagus adalah bukit Boko. Masih ada candi Ijo yang terletak di Selatan Bukit Boko. Candi ini merupakan Candi tertinggi di Jogja. Berada pada ketinggian kurang lebih 400 meter. Dari Candi ini bisa melihat areal persawahan dan bandara Adisucipto di sebelah Barat.



Bukit Boko bisa ditempuh dari jalan di Selatan kompleks candi Prambanan. Sekira 3 km ke arah Selatan. Ada rambu petunjuk yang mengantarkan menuju kesana. Kompleks istana boko sudah dikelola dengan sedemikian rupa. Ada tempat parkir kendaraan, restoran dan jalan akses menuju kompleks Istana.

Matahari makin condong ke Barat ketika kami tiba di kompleks Istana. Ada beberapa pengunjung lainnya. Mereka turis lokal maupun rombongan dari mancanegara.

Ternyata kompleks istana Boko cukup luas. Di Plaosan saya sudah begitu terkesima. Di sini saya terperangah, takjub , dan terus membayangkan bagaimana orang jaman dahulu membuat istana semegah ini. Konon istana sendiri berbahan bangunan kayu. Bangunan tersebut terdiri dari tiang-tiang yang menopang dan bertumpu diatas fondasi umpak dari batu. Umpak tersebut saat ini masih bisa dijumpai. Bagian lain yang masih bisa ditemukan adalah pemandian dan bangunan lain yang berada di areal seluas kurang lebih 25 hektar.

Keingintahuan saya pada lokasi ini membawa saya pada artikel di situs wikipedia : Ratu Boko diperkirakan sudah dipergunakan orang pada abad ke-8 pada masa Wangsa Sailendra (Rakai Panangkaran) dari Kerajaan Medang (Mataram Hindu). (http://id.wikipedia.org/wiki/Candi_Ratu_Boko).

Saya kembali mengamati bagian-bagian di kompleks istana ini. Ternyata masih ada kesamaan dengan yang ada di Plaosan.

Hari mulai jelang senja. Entah kenapa bulu kudu saya berdiri. Mungkin karena begitu terkesima atau di sekeliling saya berhamburan mahluk-mahluk dari dunia lain yang menjadi saksi kemegahan kompleks istana ini.

Dengan kesabaran menunggu senjapun datang. Cukup luar biasa dengan semburat jingganya meskipun masih belum sempurna namun itu adalah salah satu senja terindah yang pernah saya jumpai dalam kehidupan saya. Perpisahan hari itu membekas di benak saya. Bayangan kemegahan Mataram kuno masih membuat saya penasaran untuk mencari jawabannya.


Jogja, 31 Januari 2010



What A Wonderful World (Luis Amstrong)

Comments