Skip to main content

Catatan Perjalanan : Menelusuri Bayah (10)



Hari makin mendekati senja. Sayangnya cuaca kurang bersahabat. Mendung semakin lama makin tebal. Hari menjadi semakin gelap. Kamipun tetap melanjutkan perjalanan ke lokasi yang lain. Abang penjaga warung menawari kami jasa ojeknya. Dengan harga bersahabat. Kami berempat dibonceng ke Karangtaraje dua kali.


Selama perjalanan si tukang ojek menawari kami agar bermalam saja di tempatnya. Menurut ceritanya kalau malam hari tempatnya ramai. Ada banyak pemuda yang ada disana. Kami menolak tawaran tersebut.Terkait dengan Karangtaraje selama ini sudah dicap sebagai lokasi mangkal para PSK. Sehingga tak mengherankan ketika kami mengutarakan maksud kesana bisa timbul fikiran yang macam-macam. Termasuk dengan si abang pemilik warung. Abang pemilik warung bahkan secara terang-terangan mengarahkan kami untuk turun di lokasi banyak PSK mangkal.




Si abang pemilik warung mungkin menyangka kami baru pertama kali kesana. Pandangan pemilik warung itu terhadap kami mulai berubah saat kami menyebut satu nama. Satu nama yang mungkin cukup disegani di sekitar lokasi itu. Apalagi ketika kami turun ia langsung menyapa kami dengan begitu akrab. Selama ini kami sudah dianggap sebagai keponakan sehingga secara tidak langsung membuat kami juga disegani khususnya PSK disana.

Mereka tak berani menggoda kami karena sudah diultimatum si mami. Meskipun sebenarnya si mami pernah menawarkan kalau pingin silahkan pilih namun ketika melihat kami jauh dari dunia itu ia juga menjaga keyakinan kami. Bahkan kami dengan santainya menumpang sholat di tempatnya.

Kami hanya sebentar singgah di tempat mami sekedar menitipkan barang. Karena lokasi pantai tak jauh dari rumahnya maka kami bisa berjalan kaki dengan kamera dan handycam. Di sepanjang pinggiran pantai Karangtaraje banyak dijumpai gubuk-gubuk bambu. Biasanya sore hari bisa dengan mudah dijumpai perempuan-perempuan yang bersolek dan duduk-duduk di depan gubuk.



Pantai Karangtaraje memang luar biasa. Seperti namanya pinggiran pantai terdiri dari batu-batuan dan karang. Sekilas mirip lava yang membeku. Jika hari sedang cerah menikmati senja bisa menjadi pengalaman yang luar biasa.

Namun sayang ketika hari sudah jelang senja gerimis turun. Opi dan Andi tetap bertahan menanti jika sunset masih bisa terlihat sementara saya dan Agus kembali ke tempat mami. Apalagi batterai saya sudah habis. Meskipun ternyata di saat-saat terakhir sunset masih bisa terlihat.

Kamipun kembali ke tempat tas-tas kami berada. Sebenarnya keluarga mami meminta kami menginap di gubuknya saja. Namun diantara kami ada perbedaan pendapat. Keputusannya nanti malam jika mendapat ojek kami bakal kembali ke Bayah namun jika tidak alternatif menginap di tempat mami bisa menjadi pilihan.

Di gubuknya mami juga jualan berbagai macam minuman, rokok, dan makanan ringan. Selain itu ia mengelola sebuah vila yang letaknya tak jauh dari gubuknya.

Tak lama sekelompok klub motor datang. Mereka menyewa vila yang terletak di samping gubuk mami. Mereka berasal dari Jakarta. Menurut cerita mami selama liburan vila yang dikelolanya selalu terisi oleh rombongan dari luar kota. Tak ingin merepotkan keluarga mami yang tengah disibukkan dengan klub motor tersebut kami melangkah mencari makan dan siapa tahu mendapat tukang ojek yang bersedia mengantar kami ke Bayah.



What A Wonderful World (Luis Amstrong)

Comments