Skip to main content

Mencoba Berbakti...

Sudah berbulan-bulan bahkan beberapa tahun saya tidak menulis di blog ini. Entah karena kesibukan atau apa hingga saya merasa tidak sempat sekedar berbagi. Sampai-sampai saya lupa kalau menulis sudah menjadi bagian dari diri saya, menjadi motivator bagi saya sendiri. Menulis membuat saya bisa melepaskan beban ataupun sesuatu ganjalan yang menyiksa tentang apapun.

Seperti saat ini, saat saya dihadapkan dengan “kewajiban” seorang anak untuk membalas budi kedua orang tua. Benar, saya dihadapkan pada satu situasi saya harus melupakan, bahkan mengorbankan banyak hal karena kewajiban yang tak bisa saya abaikan.

Semua berawal dari sekira lima bulan lalu. Waktu itu sebenarnya saya tengah mendapat “jalan” baru mendapat beberapa proyek yang cukup menjanjikan. Namun semua tiba-tiba menjadi berantakan saat saya menerima kabar yang membuat saya lemas. Bapak kena serangan stroke padahal sehari-hari beliaulah yang merawat ibu yang juga mengalami hal sama dan kondisinya tahun demi tahun makin menurun.

Awalnya saya kira kondisi ini tak terlampau mengkawatirkan dan selepas berobat kesehatan Bapak bisa pulih seperti sediakala. Apalagi saya juga melihat langsung seperti apa kondisi beliau. Namun rupanya yang terjadi lebih buruk dari bayangan saya. Rupanya hanya dalam hitungan pekan Bapak sudah mengalami penurunan drastis daya ingat “pikun” dan bicaranya makin lama makin sering nglantur. Awalnya saya tak percaya secepat itu bapak mengalami kepikunan sampai saya dengan mata dan telinga sendiri melihat dan mendengar bapak berkata seperti ini " Le aku wingi tas berobat nek suroboyo," padahal jelas-jelas bapak diantar ke rumah sakit dokter Iskak Tulungagung.

Rasanya masih tak percaya. Padahal beberapa hari sebelumnya saya sempat ngobrol melalui telepon minta doa rencana kami membeli rumah di Karanggede diberi kelancaran. Ditambah kenangan-kenangan lain tentang bapak perasaan saya seperti remuk redam tak kuasa menahan duka. mulai dari hari itu perjalanan pulang ke kota yang membesarkan saya menjadi berbeda. Tak lagi dipenuhi kebahagiaan namun justru  membuat sedih karena mengingat kenangan-kenangan masa lalu.  Saya masih ingat saya selalu semangat pulang ke rumah naik kereta malioboro ekspress malam sampai sana jelang subuh dan bapak ibuk selalu menanti dengan kamar yang sudah dirapikan disiapkan buat kami.

Sayapun makin lemas. Hal yang cukup membuat pusing adalah memikirkan bagaimana kedepannya keseharian mereka. Siapa yang akan merawat padahal saya sehari-hari tinggal di Boyolali pelosok lagi dan adik saya juga di luar pulau sedangkan istri kerja dan harus mengurus dua balita.

Akhirnya kami mencoba mencari “rewang”. Seseorang bersedia merawat dan tinggal menginap di rumah. Sambil menanti saya sendiri yang merawat mereka di rumah dan meninggalkan istri saya lebih dari sepekan. Jalan hari demi hari ternyata tenaga yang kami cari belumlah ada dan memang tak semudah itu mencari rewang yang sanggup merawat lansia. Saya makin tertekan apalagi fikiran saya juga tertuju pada istri yang tinggal di pelosok.

Sepekan pun berlalu dan rewang yang kami cari belumlah ada untungnya adik saya di luar pulau mendapat cuti dan saya bisa kembali untuk beberapa hari di Boyolali menjenguk istri sambil sejenak mengistirahatkan badan dan fikiran.

(bersambung)

Berbagi takkan pernah membuatmu merugi

Comments