Skip to main content

Chairil Anwar dan Senja Di Pelabuhan Kecil

Suasana di sebuah pelabuhan jaman dulu












"Senja, memang satu fenomena alam menakjubkan yang sudah menginspirasi banyak orang. Salah satunya adalah Chairil Anwar. Dalam perenungannya ia hasilkan satu karya " Senja di Pelabuhan Kecil" yang dia persembahkan buat Sri Ayati."

Ini kali tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut
Pelabuhan kecil yang ditulis menurut Sri Ayati adalah Sunda Kelapa. Senja di Sunda Kelapa bersitkan satu hal bagi seorang Chairil Anwar. Satu tempat dimana ia curahkan isi hati akan kekagumannya atas seorang Sri Ayati, wanita idamannya. "Saya tahu Chairil mencintai saya namun tak pernah mengatakan bahwa ia suka pada saya," kata Sri Ayati di sebuah wawancara yang sempat saya saksikan di Youtube.

Memang tak hanya Sri Ayati saja orang yang pernah dibuatkan puisi oleh Chairil. Masih ada nama-nama yang lain. Namun kali ini beda. Seorang Chairil mungkin tak bisa katakan sesuatu secara blak-blakan aku suka, aku benci, atau yang lainnya. Keinginan ungkapkan segala sesuatu disalurkannya melalui segala puisi hasil karyanya.

Dalam pandangan Sri Ayati Chairil memang pribadi yang unik. Ia adalah sosok yang haus untuk ungkapkan sesuatu dalam hatinya. Dimana-mana ia tak jauh dari buku-buku, mata merah karena kurang tidur, rambut yang acak-acakan dan penampilan yang terkesan asal.

Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.

Pernah suatu ketika saat bertemu Sri Ayati Chairil mengatakan ia baru saja pergi ke rumah seorang yang cantik bernama Sri. "Pada suatu hari ia datang. Saya duduk di kursi rotan dan ia duduk di sebelah saya. Ia cerita katanya baru datang dari temannya yang bernama Sri,"
Namun Sri Ayati mengira yang dimaksud Chairil adalah Sri yang lain maka ia pun tak merasakan apa-apa.
Sebuah kisah tentang cinta yang bertepuk sebelah tangan. Saat Sri Ayati sadar ia sudah tak lagi tinggal di Jakarta dan sudah bersuamikan orang lain. Chairil Anwarpun sendiri.Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap

Chairil termenung dalam sendiri di pelabuhan kecilnya. Ia terus berjalan menyisir semenanjung dengan harap yang tak lagi bisa diharapkan. Ia terus melangkah hingga akhirnya lelah dan ucapkan selamat jalan lewat hembusan nafas terakhir membawa cintanya hingga akhir hidupnya.

Jakarta, 15 Mei 2008

image Source ; getty images

Comments

Anonymous said…
Owh..
Chairil adalah satu sosok hebat..
Malangnya saya masih belum ketemu puisi2nya di kedai buku..

Bagaimana dgn sdra?