Skip to main content

Menunggu Sarana Transportasi Lebih Ramah

Jakarta, bagi yang pernah tinggal di sana pasti punya banyak pengalaman dan kisah soal kemacetan di sana. Kebetulan saya pernah tinggal di sana antara tahun 2007 hingga pertengahan 2010. Inilah catatan harian soal kemacetan di Jakarta.

Hidup di ibukota mau tidak mau, suka tidak suka harus berhadapan dengan "Kemacetan". Karena macet sudah menjadi hal yang selalu terjadi maka orang-orang mencari cara untuk sedapat mungkin menghindarinya. Jika jam kantor dimulai pada pukul 8 dua jam sebelumnya mereka sudah berangkat dengan asumsi jika lebih awal bisa menghindari kemacetan.

Namun seperti apakah kenyataannya? Apakah ide tersebut berhasil? Pada mulanya memang berhasil tapi ternyata banyak orang memiliki pemikiran yang sama.Maka kembalilah seperti semula berangkat lebih awal juga bukan menjadi jaminan sama sekali bisa terbebas dari macet. Bisa saja terbebas macet kalau sebelum Subuh berangkat. Namun apakah anda mau melakukannya?

Bicara tentang "kemacetan" di ibukota bukanlah hal baru yang tak pernah coba dipecahkan, diteliti, disurvey. Berapa banyak para sarjana, master, doktor bahkan profesor ahli transportasi membuat formula penyelesaian masalah yang paling tepat. Lalu sudahkah ketemu solusinya? Selalu saja mentah pada implementasinya.

Selama ini pemakai kendaraan pribadi seringkali menjadi kambing hitam. Mulai dari pemilik mobil-mobil mewah hingga mobil yang sudah tak berbentuk mobil. Atau sepeda motor yang populasinya dari tahun ke tahun terus meningkat dengan sangat tajam. Apalagi dengan makin mudahnya persyaratan untuk mengajukan kredit kendaraan bermotor.

Okelah katakan tidak semua mungkin sepersepuluh saja mereka berganti memakai kendaraan umum. Dengan kondisi seperti saat ini saya yakin susah. Lihat saja penumpang KRL ekonomi yang masih membludak, trans Jakarta yang dari hari ke hari banyak yang mengeluhkan layanannya. Masyarakat pasti lebih memilih naik motor dengan resiko beriringan dengan maut ketika menembus kemacetan dicelah-celah kendaraan yang lebih besar. Namun mereka setidaknya bisa memastikan mereka tidak terlambat ke kantor.

Gambaran diatas bukan berarti mengajak semuanya untuk skeptis, tidak punya harapan terhadap sistem transportasi yang lebih baik. Justru sama-sama mengajak berfikir apa sebenarnya masalahnya? Apakah ini rencana yang salah atau hal lain.Selain perlahan dari diri sendiri sedikit mengurangi kemacetan dan polusi yang main parah. Jika alasan telat masuk kerja menjadi alasan untuk tidak memakai angkutan umum setidaknya di hari libur bisa sekali-kali memanfaatkan angkutan publik dan memarkir kendaraan pribadi di rumah.

Sekedar berandai-andai saja. Jika sarana transportasi umum sudah lebih memadai baik dari segi pelayanan, ketepatan waktu, keterjangkauan akses saya lebih memilih naik kendaraan umum. Tanpa harus mengeluarkan tenaga untuk menarik gas motor dan memiliki jam tambahan untuk sekedar istirahat sejenak sepanjang perjalanan. Kalau perlu bisa tidur tapi aman.

Rawajati, 2009

Salam Perubahan
What A Wonderful World (Luis Amstrong)

Comments