Skip to main content

Perjumpaan Yang Dinantikan...

65 tahun yang lalu ketika pecah perang Korea Kim Jo baru berusia 11 tahun. Saat itu pula ia terpaksa berpisah dengan kakaknya. Puluhan tahun tak berjumpa, lewat acara reuni yang diselenggarakan untuk meredakan ketegangan dua korea, ia berkesempatan bertemu saudara kandungnya.

Lebih dari 6 dasawarsa tak bertemu, dalam hati Kim Jo terbersit satu pertanyaan. Bisakah saudaranya mengenalinya pecah perang saudara? Ruapanya bukan hanya Kim yang menyimpan pertanyaan tersebut. Ini merupakan salah satu dari sederetan pertanyaan yang akan ditanyakan warga Korea Selatan selama reuni yang sangat emosional di Korea Utara.
Hampir 400 orang, sebagian besar orang tua Korea Selatan, melintasi perbatasan Korea Utara melewati keamanan superketat menggunakan bus. Mereka membawa paket hadiah untuk kerabat lama yang berupa pakaian musim dingin, kosmetik dan jam tangan. Selama tiga hari mereka akan mendatangi acara reuni di sebuah resor di Gunung Kumgang.

Reuni ini adalah yang kedua dalam lima tahun terakhir diselenggarakan setelah kedua Korea mencapai kesepakatan bulan Agustus lalu, guna membantu meredakan ketegangan bilateral.

"Saya benar-benar senang dan bahagia," kata Oh Cheol-hwan, 77 sebelum bertemu kakaknya yang kini berusia 83 tahun.

"Saya tidak sabar menemuinya. Saya akan memeluknya dan bertanya apa yang telah ia lakukan selama ini?. "

Mereka yang bisa mengikuti reuni di Korea Utara bisa dikatakan “sangat beruntung”. Betapa tidak, seleksi yang diberlakukan sangat ketat dan melalui sistem undian. Hingga saat ini lebih dari 65.000 warga Korea Selatan masuk daftar tunggu untuk bisa mengambil bagian.

Terpisah Karena perang

Jutaan orang mengungsi saat Perang Korea melanda semenanjung antara 1950-1953. Dalam rentang waktu tersebut tak terhitung begitu banyak keluarga terpisah oleh kekacauan dan kehancuran yang terjadi.

Cerita kesedihan hati dan luka mendalam akibat keluarga yang terpisah dikisahkan oleh Lee Joo-kuk, 82 salah satu peserta reuni. Ia menggambarkan betapa keluarganya menghabiskan bertahun-tahun dengan duka akibat karena kematian kakaknya, sebelum menyadari dia masih hidup di Korea Utara.

"Aku tidak bisa tidur sama sekali malam lalu," kata Lee. "Keluarga kami yakin dia sudah mati. Kami bahkan mengadakan ritual peringatan untuknya setiap tahun. Tapi kemudian saya mendapat kabar bahwa ia masih hidup dan ingin melihat kami. Ini seperti dia telah dibangkitkan. "

Lebih dari seabad pasca perang saudara sebenarnya secara teknis mereka masih bersitegang. Untuk mengakhiri konflik kedua negara melakukan gencatan senjata dan bukan perjanjian perdamaian, karena itulah pertukaran panggilan telepon hingga saat ini masih dilarang keras.

Sumber : Telegraph


Berbagi takkan pernah membuatmu merugi

Comments