Skip to main content

Geliat Warga Lereng Merapi

Suasana Merapi Setahun Pasca Erupsi

“Pedih mas rasanya,” Fuad, seorang penduduk dusun Jambon, desa Kepuharjo, mencoba menggambarkanbagaimana  isi hatinya kepada saya. Matanya menerawang, memerah dan tampak berkaca-kaca lalu ia melanjutkan ceritanya. 

“Rumah saya sudah rata dengan tanah. Lokasinya di sana dekat yang ada putih-putihnya,” ujarnya, dengan menunjuk ke salah satu bagian di hamparan pasir yang kini nampak kosong dan susah dikenali. Pengunjung yang baru pertama kali melihat daerah ini mungkin saja tak menduga, dulunya tempat ini adalah perkampungan penduduk. Menurut Fuad di sekitar sini dulu berdiri rumah-rumah penduduk yang sudah bagus dan  sudah dilengkapi dengan infrastruktur mulai dari jalan yang sudah diaspal dan air. Ketika saya menyusuri lokasi ini memang saya jumpai jalan aspal yang tertimbun pasir dan batu-batu.
Kini Fuad harus memulai semuanya dari nol. Tak ada lagi rumah beserta isinya, bahkan 3 ekor lembu yang dulu menjadi harta teramat bernilai juga sudah tewas tersapu awan panas. 3 ekor lembu milik Fuad sebenarnya sudah di tempatkan di lokasi yang menurut perkiraanya aman. Ada ratusan lembu milik kelompok dijadikan satu di kandang yang lokasinya di sebelah Barat jalan. Ratusan ternak tersebut semuanya tak bisa diselamatkan. Sisa-sisa penampungan ternak tersebut masih bisa dilihat dan hingga kini masih menyisakan bau yang tidak sedap.
Meskipun tempat tinggalnya sudah hilang tak berbebekas ia masih enggan meninggalkan tanah tempat tinggalnya. Ia menolak opsi untuk bertransimigrasi. Sehari-hari Fuad bersama warga dusun Jambon lainya tinggal di stadion Maguwoharjo. Hari ini sebenarnya ia sudah berniat untuk membersihkan lokasi bekas rumahnya. Ia sudah membawa cangkul dan sabit. Bahkan ia sempat menyambangi bekas tanah ladangnya dan mencabut jahe, hanya sebagai bukti kepada istrinya. Dengan menggunakan sepeda ia kembali. Namun ketika sampai disini timbul rasa malas entah kenapa.
Berkunjung ke Obyek Wisata Bencana
Sejak status Merapi sudah diturunkan, memang banyak masyarakat datang ke lokasi yang porak-poranda akibat erupsi. Tak hanya penduduk asli sana saja, namun juga masyarakat umum yang rasal dari Yogya atau luar daerah. Bekas lokasi bencana ini telah berubah menjadi lokasi wisata bencana. Masyarakat yang berkunjung bahkan jumlahnya mencapai ribuan terutama di akhir pekan dan liburan.  Mereka dengan menggunakan sepeda motor, mobil dan bahkan bis datang bersama keluarga untuk sekedar melihat dan ada pula yang mengambil gambar dengan kamera mereka.
Bahkan kedatangan masyarakat umum tersebut kini menjadi rezeki tersendiri bagi penduduk. Dengan dikordinir oleh Pemerintah desa pengunjung membayar tiket masuk per orang Rp.5000,- dan parkir Rp.2000,- untuk kendaraan bermotor. Hasil pendapatan tersebut nantinya bakal dikembalikan ke desa dan disalurkan ke masyarakat setempat dengan mekanisme tertentu. Tak hanya itu saja nampak beberapa orang yang menggelar dagangan mulai dari minuman, makanan ringan, film erupsi merapi, foto hingga kaos sebagai kenang-kenangan bergambar Mbah Maridjan sang juru Kunci Merapi yang turut menjadi korban ketika erupsi 24 Oktober 2010.
Ada banyak hal yang bisa disaksikan di lokasi bekas erupsi Merapi. Pengunjung bisa melihat dengan jelas puncak Merapi jika cuaca tengah cerah, saksi bisu korban merapi berupa reruntuhan bangunan, jurang puluhan meter yang kini sudah dipenuhi oleh materia vulkanis dan kendaraan bermotor yang hanya tinggal kerangka.
Bagi masyarakat yang ingin berkunjung ke lokasi bencana bisa menuju desa Kepuharjo melalui jalur Jalan Kaliurang lewat rumah Makan Morolejar atau lewat Cangkringan. Jika ingin melihat dengan nyaman dan menghindari macet sebaiknya berkunjung sepagi mungkin dan menghindari saat-saat hujan karena sewaktu-waktu bencana banjir lahar dingin masih mengancam.

Cerita dari Lereng Merapi, 18 Desember 2010

Fathoni Arief

What A Wonderful World (Luis Amstrong)

Comments