Skip to main content

Selamat Pagi Pak Guru..

Pak guru Abdullah berdiri di depan lemari besar warna coklat dengan kaca berbentuk elips di pintunya. Ia memasang kancing baju safari warna abu-abu, di beberapa bagian cenderung memutih, satu demi satu. Sambil tersenyum, Ia memandang wajahnya sambil menyisir rambutnya yang tak lagi menyisakan warna hitam.

“Pakne sarapan sudah siap!” suara istrinya terdengar dari ruang makan.
Pak Abdullah membetulkan letak kaca mata tebalnya, lalu melangkah menuju dapur. Di dapur sang istri menyiapkan gelas, piring dan sendok dan menaruhnya di meja makan.
“Masak apa pagi ini bune?” guru itu menggerak-gerakkan hidungnya, mencium bau sesuatu yang tak biasa.
“Biasa pak, tempe goreng, sambel trasi dan sayur lodeh rebung,”jawab istrinya.
Keduanya pun makan bersama. Selesai makan Pak Abdullah menghabiskan segelas teh hangat dan membawa tas kulit warna hitam ke halaman depan rumah. Tak lama kemudian istrinya keluar mengikuti membawa sepatu pantofel hitam mengkilat, dengan ujung sedikit runcing dan bagian bawahnya sudah berwarna lebih terang, dibanding bagian lain yang kecoklatan.

Setelah memakai sepatu ia mengeluarkan sepeda motor bebek, buatan jepang, berwarna merah produksi akhir tahun 70an. Sepeda motor yang dibeli pak Abdullah hasil kerja kerasnya selama belasan tahun.
“Saya berangkat dulu ya bune!” setelah istrinya mencium tangan pak Abdullah, motor bebek itupun ia pacu. Suaranya yang keras tak sebanding dengan kecepatannya. Motor itupun melaju meninggalkan rumah tembok berukuran 90 meter persegi, bergaya tahun 80an, dengan cat yang memudar.
Hari ini, Senin, Pak Abdullah tak boleh terlambat dan memang selama ini ia tak pernah terlambat. Apalagi ia selalu berangkat mengajar pukul 6 pagi. Motor tua itupun terus melaju, melewati jalanan kampung yang berlobang.
Di sebuah jalanan sepi dekat pematang sawah, motor itu tiba-tiba saja berhenti. Pak Abdullah memeriksa isi tangki bensin. “Astagfirullah, saya lupa isi bensin,” Penanda bahan bakar di motor tersebut memang sudah tak berfungsi sehingga harus dicek sebelumnya.
Lelaki itupun mendorong motornya. Diantara jalan yang becek ia terus mendorong. Butir-butir keringat mulai terlihat. Hingga akhirnya ia menemukan sebuah kios kecil yang menjual bensin eceran. “Alhamdulillah,” katanya setelah dua motol bensin masuk ke tangki motornya sehingga hidup lagi.
Pak Abdullah melanjutkan perjalananya hingga akhirnya iapun sampai ke halaman depan sekolah. Kerumunan anak-anak sudah kembali menuju kelas masing-masing. Kali ini, untuk pertama kali Pak Abdullah terlambat, upacara bendera sudah usai.
“Selamat pagi pak,” Seorang guru yang melintas menyapanya.
“Selamat pagi pak,” kali ini beberapa siswa menyapanya.
“Pak Abdullah..” Dari kejauhan lelaki berkumis memanggilnya. Ia adalah kepala sekolah SD ini. Pak Abdullah pun datang menghampirinya.
“Maaf pak saya kali ini terlambat,”
“Pak Abdullah tidak terlambat. Bukankah sejak Sabtu kemarin bapak memang sudah pensiun?”
“Astaghfirullah…,”
Setelah berbincang-bincang sesaat, Pak Abdullah meninggalkan sekolah dengan motor tuanya. Beberapa butir air mata jatuh di pipinya.

Jakarta, 29 September 2010

FATHONI ARIEF

Comments