Skip to main content

Sisi Lain Jakarta

Interaksi antara penjual dan pembeli di pasar tradisional /doc.Fathoni Arief
Interaksi antara penjual dan pembeli di pasar tradisional /doc.Fathoni Arief

Peristiwa Sabtu pagi kemarin masih terngiang-ngiang di ingatan saya. Saya dan beberapa orang rekan naik angkot dari Pasar Senen menuju Pasar Baru. Pagi itu di beberapa ruas jalan memang masih sepi. Ketika angkot merapat di jalan samping gedung Departemen Keuangan lapangan Banteng perhatian kami tertuju pada sebuah angkot lain di belakang yang dipaksa berhenti oleh seorang pengendara bermotor. Pengendara bermotor nampak emosi, sambil berteriak dan menunjuk-nunjuk sesuatu. Berusaha menghentikan si sopir dilemparlah sebuah helm warna merah di sisi kanan mungkin saja berdekatan dengan roda depan. Namun hal tersebut bukannya membuat sopir berhenti untuk membicarakan semuanya dengan baik-baik angkot tersebut langsung melaju dan suara “krak” sebuah helm warna merah hancur berkeping-keping.

Raut wajah pengendara motor makin memerah. Dengan terburu-buru dia nyalakan motor yang terhenti di tengah jalan dan mengejar angkot tadi. Ketika pengendara motor sudah melaju seorang tukang ojek yang sedari tadi ada di pinggir jalan melangkah mendekati kepingan-kepingan helm. Namun bukannya membersihkan kepingan helm ia hanya mengambil bagian kaca penutup muka yang masih utuh dan membiarkan kepingan-kepingan tersebut tetap berserakan di tengah jalan. Tak lama angkot sayapun melaju. “Wah kena tuh. Sempat dicatat plat nomornya enggak ya?” kata pak sopir yang nampaknya juga penasaran dengan nasib sopir angkot dan pengendara bermotor. Ketika angkot melanjutkan perjalanan di kiri kanan saya tak menemukan angkot dan pengendara motor tadi.

Kejadian tersebut sempat membuat saya berkesimpulan sudah tak ada lagi kekeluargaan dan saling toleransi di kota ini. Masing-masing dari warganya hanya berusaha memenuhi kepuasan dan hasratnya sendiri. Jika kepentingannya terganggu atau bersinggungan dengan orang lain emosi, saling mencaci, adu otot, bentrok, tawuran seringkali menjadi jalan keluar. Namun untung saja saya juga sempat melihat sisi lain kota ini yang melegakan saya. Meskipun keberadaannya seringkali dianggap sebagai biang kotor kota, pasar tradisional.
doc.Fathoni Arief
doc.Fathoni Arief
Diantara gedung-gedung tinggi menjulang, menjamurnya swalayan-swalayan, pusat berbelanjaan, mall ternyata di kota Megapolitan ini masih bisa dijumpai pasar tradisional. Satu diantaranya yang menurut saya cukup unik adalah pasar Gaplok, pasar yang terletak di kiri kanan rel diantara stasiun Kramat Senthong dan stasiun Pasar Senen.
doc.Fathoni Arief
doc.Fathoni Arief
Mengunjungi pasar ini pagi hari memberi kesan tersendiri bagi saya. Melihat banyak pedagang yang menjual aneka ragam kebutuhan mulai dari sayur, ikan, daging, buah-buahan, baju, mainan anak-anak, minuman, dan masih banyak lagi. Suara riuh tawar menawar pembeli dan teriakan penjual yang mempromosikan barang daganganya menjadi menjadi satu bagian yang tak terlepaskan. Masing-masing dari pedagang memiliki cara tersendiri menawarkan barang daganganya ada yang pakai teriak-teriak ada juga yang diam saja sudah dikunjungi pembeli. Interaksi antara pedagang dan pembeli, pedagang dan pedagang, maupun pembeli dengan pembeli menjadi satu hal beda dibanding dengan jual beli di pasar modern.
doc.Fathoni Arief
doc.Fathoni Arief
Pedagang di Pasar Gaplok terletak berjualan di kanan kiri rel kereta. Bahkan ada yang meletakan barang dagangan berdekatan dengan rel. Sesuatu yang sebenarnya sangat berbahaya. Namun mereka punya cara sendiri seperti alarm ketika ada kereta lewat. Setiap ada kereta lewat mereka bersahut-sahutan memperingatkan segera menyingkir karena ada kereta lewat. Dari cerita seorang ibu-ibu pedagang yang sudah berjualan sejak tahun 70an nama Gaplok asal-usulnya juga dari keplok-keplok (tepuk tangan) tiap ada kereta lewat.
doc.Fathoni Arief
doc.Fathoni Arief
Pasar tradisional tak hanya menjadi tempat jual dan beli tapi juga tempat belajar toleransi belajar menemukan kata sepakat. Namun kenyataanya sekarang pasar tradional keberadaannya makin terancam. Banyak pasar-pasar modern dibangun, pusat perbelanjaan, mall yang makin menggila saja dengan tempat bersih, layanan cepat, mudah memilih sendiri, menjajakan barang-barang impor dan pelan tapi pasti menggiring masyarakat beralih dari pasar tradisional dan kematian pasar tradisional tinggal menunggu waktunya saja.
doc.Fathoni Arief
doc.Fathoni Arief
Selamat Hari Minggu, Selamat menikmati liburan bersama keluarga.
Wassalam
Fathoni Arief

What A Wonderful World (Luis Amstrong)

Lihat Peta Lebih Besar

Comments