Skip to main content

Catatan Perjalanan : Menelusuri Bayah (3)


Waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam ketika kami sampai di terminal Baranangsiang. Setelah sebelumnya mampir dulu di Masjid yang berjarak sekitar dua ratus meter dari terminal. Nampaknya kali ini personel perjalanan, mungkin terlalu berlebihan jika saya sebut ekspedisi sehingga sebut saja perjalanan, hampir pasti bertambah menjadi empat orang. Beberapa saat yang lalu Agus sudah mengkonfirmasi temannya yang bakal bergabung sudah berada di Bogor sedang dalam perjalanan menuju terminal Baranangsiang.

Di terminal bis dengan tujuan Pelabuhan Ratu ternyata hanya tinggal 3 saja. Bis yang berada di barisan terdepan bahkan sudah berancang-ancang hendak berangkat. Kami nanti bakal naik bis terakhir.

Bis terakhir dengan tujuan Pelabuhan Ratu berangkat pukul sembilan malam. Tapi bagi calon penumpang harus berhati-hati juga. Sebelumnya harus memastikan apakah bis terakhir tersebut diberangkatkan atau tidak. Bis tersebut biasanya hanya akan berangkat jika jumlah penumpang yang naik mereka anggap memadai.


Tiga tahun lalu ada pengalaman menarik dari Opi, Agus dan beberapa orang teman. Waktu itu mereka melakukan perjalanan malam hari juga. Mereka naik bis terakhir namun karena hanya mereka penumpang bis pada waktu itu di tengah jalan bis berhenti tidak melanjutkan lagi perjalanan dan mereka dioper ke angkot kecil yang sudah ancang-ancang seperti nelayan yang hendak menyebar jala.

Tak lama setelah kedatangan kami di terminal orang yang kami nanti-nanti datang juga. Namanya Andi, rekan sekantor Agus. Baru pertama kali ini dia bergabung dengan kami. Kami sendiri adalah sekelompok orang yang memiliki hobi sama. Saya tidak menyebut komunitas karena jumlah kami mungkin tak lebih dari sepuluh orang. Terkadang kami menyebut diri kami fotografer sabtu minggu, penulis sabtu minggu dan lain-lain yang berbuntut sabtu minggu.

Aktifitas kami juga tidaklah rutin. Aktifitas ini bisa berlangsung jika ada yang bisa. Dan setiap kali jalan personelnya bisa berganti-ganti. Hal itu yang membuat saya mendapatkan rekan-rekan dan kenalan baru. Setiap kali jalan-jalan kami biasanya mencari sesuatu yang menarik untuk dipotret. Disamping semua tujuan tersebut kami punya slogan “foto bukanlah tujuan utama pengalaman dan kisah hidup adalah yang terpenting. Jika ternyata di lapangan mendapat foto bagus itu berarti bonus”. Tempat-tempat yang kami kunjungi juga masih berada di sekitar Jakarta. Hal ini menyesuaikan dengan ketersediaan waktu. Hanya lokasi-lokasi yang bisa dijangkau dalam waktu sabtu-minggu.

Untuk memastikan bis benar-benar berangkat jam sembilan malam Opi bertanya langsung pada awak bis. Setelah memastikan kami memutuskan untuk mampir di sebuah warung makan di dekat terminal. Selain itu kami harus membeli air mineral untuk persediaan selama menempuh perjalanan. Apalagi sesampainya nanti disana rencananya kami bakal menginap di masjid tak jauh dari terminal Pelabuhan Ratu.

Tak perlu berlama-lama kami makan dan membeli persediaan air mineral. Jam sembilan seperempat kami sudah kembali ke terminal dan langsung naik ke bis terakhir tujuan Pelabuhan Ratu. Ternyata selain kami berempat ada beberapa penumpang lain sudah ada di atas kendaraan. Jumlah penumpang yang cukup banyak membuat kami sedikit lega karena tidak kuatir bakal diturunkan di tengah jalan.

Menunggu beberapa saat bis akhirnya diberangkatkan. Jika lancar tidak sampai 3 jam kami sudah masuk kawasan Pelabuhan Ratu. Menggunakan kendaraan ini kami harus merogoh kocek Rp. 20.000,- untuk bis kelas ekonomi dan Rp. 27.500,- untuk bis AC.

Bersambung

Fathoni Arief

Comments