Skip to main content

Catatan Perjalanan : Menelusuri Bayah (1)



Bayah terkenal dengan salah satu tempat penambangan batubara. Untuk mengangkut batubara ini pada zaman penjajahan Jepang dibangun jalan kereta api dari Saketi ke Bayah yang berjarak sekitar 90 km. Pembangunan jalan kereta ini konon mengorbankan jiwa sekitar 93.000 orang romusha. Di Bayah juga pernah tinggal salah seorang tokoh pemikir republik yaitu Tan Malaka yang menyamar dengan nama Iljas Husein dan berperan besar dalam membantu para romusha. (id.wikipedia.org)

Waktu sudah mendekati senja ketika KRL kelas AC ekonomi tujuan Depok tiba di stasiun Pasar Minggu Baru. Kereta tersebut ternyata sudah disesaki oleh penumpang belum lagi ditambah dengan calon penumpang baru yang berlari dan berusaha masuk diantara penumpang yang sudah mulai berdesakan. Sayapun turut berlari melompat masuk di gerbong nomor tiga untung saja masih bisa masuk meskipun hanya bisa berdiri di dekat pintu dengan posisi berdiri yang kurang enak.


Kondisi seperti ini sebenarnya sudah cukup lumayan. Dibandingkan dengan kondisi yang ada di kereta api kelas ekonomi. Biasanya jelang-jelang senja penumpang kelas ekonomi berjubel bahkan meskipun sudah ada aturan dan beberapa kali makan korban banyak penumpang yang duduk di atas gerbong.

Saya melihat sekitar saya, mempehatikan kalau-kalau teman saya ada di gerbong yang sama. Dari pesan yang saya terima teman saya memberitahukan berada di gerbong ini. Ternyata tidak bisa melihat dimana posisi teman saya. Pandangan saya terhalang oleh berbagai wajah asing yang nampak kusut, ada yang menahan kantuk, sesuatu yang sudah menjadi keseharian di atas KRL tiap selepas jam kerja. Suasana yang berbeda 180 derajat dengan pagi hari ketika masyarakat berbondong-bondong pergi ke kantor, sekolah, kampus memulai aktivitas mereka.

Diantara orang-orang yang berada di dekat saya ada beberapa yang menarik perhatian saya. Menarik perhatian bukan karena mencurigakan atau apa namun karena seputar pembicara mereka. Sayapun larut terbawa oleh cerita demi cerita mereka.

Mereka bertiga, semuanya keturunan Arab. Ada saja bahan pembicaraan mereka. Mulai dari masjid, ruangan baru buat pengurus masjid, cerita seseorang kenalan mereka yang pernah menjadi relawan di Palestina hingga khasit obat herbal habbatussauda. Mendengar cerita-cerita mereka hingga bergesernya sang waktu tak lagi terasa hingga tahu-tahu saja kereta sudah mendekati stasiun Depok.

Sebenarnya tujuan saya bukanlah Depok namun Bogor. Karena kereta yang ada hanya sampai Depok maka saya harus turun menunggu kereta lain untuk meneruskan perjalanan hingga Bogor.

Di Depok saya akhirnya bertemu dengan rekan saya, Agus Sutikno. Waktu sudah mulai bergeser dari Maghrib. Kamipun bergabung bersama ratusan penumpang lain menunggu kereta tujuan Bogor.

Tak begitu lama kami menunggu. Tiba-tiba saja ketika ada kereta dari Jakarta berhenti kurang jelas apakah Ac Ekspress atau ekonomi. Yang jelas penumpang berlarian berduyun duyun menyerbu kereta. Melihat orang-orang berlari secara reflek akhirnya sayapun turut berlari mencari tempat. Setelah nyaris tak bisa masuk akhirnya bisa mendapatkan tempat meskipun berdiri dan saling berhimpitan dengan penumpang lain.

Jika lancar perjalanan dengan menggunakan kereta dari Kalibata menuju Bogor membutuhkan waktu sejam. Tiket yang harus dibayar jika memakai kereta AC ekonomi adalah Rp. 5500 sedangkan kelas ekonomi Rp. 2000. Sebenarnya perjalanan bisa lebih singkat lagi jika ditempuh dengan menggunakan kereta Ekspress namun sayangnya kalau naik dari stasiun pasar Minggu baru kereta tersebut tidak berhenti.

(Bersambung)

Fathoni Arief

Comments