Skip to main content

Cerita Dari Bayah (1)



Tidak selamanya seseorang yang pernah memiliki masa kelam akan menjalani sisa hidupnya dengan kegelapan. Jika hidayah datang pintu sorgapun bisa terbuka dan mereka meninggalkan masa-masa kelamnya.

Menikmati malam di ibukota yang baru saja diguyur hujan. Kali ini tidak seperti malam-malam sebelumnya. Beberapa hari ini segelas kopi untuk sementara tak bisa menemani. Saya harus merelakan minum bergelas-gelas air putih saja. Memulihkan kondisi tubuh yang kurang fit dalam beberapa hari ini.

Sudah memasuki hari kedua saya kembali berada di Jakarta. Selepas melakukan perjalanan kecil ke daerah Selatan. Ada banyak hal yang saya dapatkan. Ada banyak pelajaran tentang hidup. Belajar dari semua tak hanya orang pintar namun juga dari pelacur, mucikari, penyelundup, tukang bersih-bersih masjid, penambang emas, nelayan, sopir angkot,pemilik warung, tukang foto polaroid dan masih banyak lagi.

Rasanya butuh puluhan ribu karakter jika saya harus menceritakan semuanya. Maka kali ini saya akan cerita pada sosok satu ini. Saya tak akan menyebut nama aslinya. Seperti keinginannya yang ingin menghilang dari masa lalunya menjalani kehidupan barunya dari masjid ke masjid. Seperti permintaannya saya panggil namanya Mang Uban.



*****
Beginilah awal mula pertemuan kami dengan Mang Uban. Siang itu kami singgah di sebuah sebuah Masjid di daerah Bayah kabupaten lebak. Masjid itu berada di depan pom bensin, di pinggir jalan raya arah ke Rangkasbitung. Kebetulan hari itu, Jumat. Kami sholat Jumat di masjid tersebut.

Rasa penat, dan kurang tidur semalam membuat kami (Firdaus Sudarma, Agus Sutikno, Andi, Saya) memutuskan beristirahat sejenak di teras selepas menunaikan Sholat Jumat. Lokasi yang berdekatan dengan pantai membuat angin bertiup sepoi-sepoi tentu saja membuat kami makin terkantuk-kantuk. Sambil berbincang-bincang membahas tujuan perjalanan kami selanjutnya kami rebahan. Tak terasa kamipun tertidur hingga sapaan dari seseorang mengagetkan saya.

“Maaf Nak ini handphonenya diamankan dulu. Setelah itu silahkan istirahat lagi!” ujarnya

Agak terkaget saya melihat sosok paruh baya memakai sarung berbaju gamis dengan kopiah sambil membawa sapu menunjuk sebelah saya. Memang di sebelah saya tergelatk 2 buah handphone milik Agus. Entah dimana teman saya satu ini.

“Oiya Pak. Maaf kami numpang istirahat di Masjid!” kata saya

“Silahkan saja. Itu barang-barang berharga diamankan dulu. Nanti silahkan lanjutkan istirahatnya. Saya juga bukan kaum sini,” kata si bapak.

Segera saya masukkan handphone dari teman saya itu ke tas ranselnya. Sayapun terbangun dan bangkit mencari-cari keberadaan teman saya. Ternyata Agus keluar tak jauh dari Masjid ke sebuah mini market tengah berbelanja sesuatu.


Bersambung…..



FathoniArief

Comments