Skip to main content

Catatan Perjalanan Sang Elang (Bagian Keempat)

Malam ini kolong meja menjadi istana terindah bagi kami. Seumur hidup baru kali ini merasakan bersempit-sempitan di kolong meja dan hanya beralaskan tikar yang dilapisi oleh karton. Di istana ini kami adalah rajanya dan hidangan-hidangan lezat menunggu.



Sambil mengobrol Pak Acit dan Pak Abun menyalakan kompor minyak tanah. Pak Acit mencari sesuatu di laci meja dan mendapati dua bungkus mie instan serta dua bungkus kopi instan. Ternyata kopi dan mie itu sengaja dikeluarkan untuk diseduh buat kami. Kami sudah berusaha menolak dengan alasan sudah makan di warung tadi dan itu untuk bapak berdua itu saja namun Pak Acit dan Pak Abun memaksa kami. Mereka bilang sudah makan sedari tadi.

Menikmati mie rebus panas dan segelas kopi panas...hidangan terlezat buat kami di istana kolong meja ini.

Sehabis makan banyak cerita yang kami dapat dari kedua orang pegawai perkebunan teh tersebut. Pak Acit memiliki 3 orang putra yang tertua berumur 14 tahun. Karena alasan ekonomi anak tertusnya tersebut tak melanjutkan sekolah. Hanya lulusan Sekolah dasar. Pak Acit sudah puluhan tahun tinggal di daerah perkebunan teh. Sebenarnya aslinya adalah Cianjur.

Sedangkan Pak Abun hanya memiliki seorang putra. Pak Abun sempat merantau ke berbagai daerah sebelum akhirnya kerja di kebun teh sebagai pegawai penjaga.

Sekali lagi alasan ekonomi. Banyak diantara saudara-saudara kita yang tak bisa melanjutkan sekolah. Cerita dari bapak-bapak tersebut yang membuatku lebih bersyukur. Berada dalam kondisi yang lebih baik.



Waktu perlahan berjalan..tak lama datang bapak yang punya warung pertama kali aku datang. Bapak tersebut meminjami selimut tebal. Benda berharga untuk menghabiskan malam di istana kolong meja.

Malam perlahan berjalan..sangat lambat rasanya...sementara kami mulai tidur..walaupun udara dingin mengusik dan terus menyerangku..tapi malam ini aku menikmati rasanya bermalam di istana kolong meja.

(bersambung)

Comments