Skip to main content

Banyak Cerita Tentang Sebuah Cerita (bagian kelima)

Bagian Kelima

Dibelakangku tangan kecil menyenggol kakiku. Gadis kecil berusia mungkin belum genap 8 tahun. berpakaian dekil namun badannya tidak kurus. Ia mendatangi satu demi satu penumpang dan meminta belas kasihan. Inilah kejamnya ibukota.


Pukul empat kurang seperempat kereta sudah sampai di stasiun Juanda. Aku terus mempercepat langkahku menuju sebuah kantor lembaga di bawah pemerintah yang terletak tak kira-kira 500 meter ke arat barat.

*******
Mikrolet nomor 34 kembali membawaku ke depan gerbang kantor tempatku lerja. Sayup-sayup dari kejauhan mulai terdengar bunyi adzan Maghrib. Ya sekarang tiba saatnya senja. Satu waktu yang selalu membuatku terpesona akan segala misteri yang ada di dalamnya.

Lepas tunaikan kewajiban dan membasuh muka yang tersapu knalpot kembali aku duduk di depan komputer. Melihat-lihat file tulisan yang harus segera kuselesaikan. Sempat juga kubaca kumpulan file-file dari tulisanku sebuah proyek pembuatan novel yang tak kunjung usai. Yang bisa kulakukan hanya sedikit demi sedikit merangkai-rangkai cerita yang mungkin saja menarik untuk ditulis.

Mulai mengetik...

Dari balik jendela kamar tertutup tirai, sunyi. Mataku mengintip kondisi di luar jangan-jangan ibu kos lewat kamar dan mengetuk pintu kamarku. Ah kalau-kalau yang punya kos datang aku harus tetap diam pura-pura tak mendengar hingga dia mengira aku keluar kos.

"Maaf bu saya belum dikirim....Maaf bu uang saya kepakai bayar SPP....Maaf bu orang tua saya pas sakit sehingga terpaksa bulan ini tak ada kiriman...." rasanya semua alasan sudah pernah kupakai untuk meminta kelonggaran membayar tunggakan kosku yang bertumpuk-tumpuk itu.

Aku benar-benar sudah kehilangan kata-kata lagi. Tak punya alasan jika harus berhadapan dengan pemilik kos. Mau ditaruh mana mukaku. Diam main petak umpet sembunyi di dalam kamar jadi salah satu solusi selain satu solusi lain untuk sementara menghindar dari bu kos sambil berharap dapat rejeki mendadak sehingga tunggakan kosku bisa terlunasi.

Masih teringat jelas dua minggu lalu waktu aku kepergok bertemu dengan ibu kos. Seperti yang kuduga, pasti dia langsung menagih tanggunganku. Dan benar saja tepat sekali dugaanku.

"Mas Joko, bagaimana tanggungannya?" tanya bu kos.
"Oh iya bu minggu depan bu saya bsru dikirimi uang dari oranng tua," begitu janjiku saat itu. Hmm namun sampai sekarang sudah hampir dua minggu janjiku itu belum bisa kutepati tentu saja karena aku sebenarnya tak dikirim uang. Meskipun dikirim jumlahnya tak akan bisa buat menutup segala tanggunganku.Entah apa yang bisa kulakukan jika harus bertatap muka lagi dengan pemilik kos. rasanya aku tak mampu menahan malu meskipun tak mungkin aku diusir dari kos ini.

Saat ini hanya sembunyi yang bisa kulakukan. Di dalam kamar yang sudah kukondisikan sepi, sunyi bak prajurit yang sembunyi segalanya telah dipersiapkan semua perbekalan hingga bisa sembunyi mulai dari pagi sampai pemilik kos pergi kira-kira setelah maghrib sudah siap. Semuanya sudah siap mulai dari makanan seadanya buat pengganjal perut, minuman hingga bacaan yang bisa digunakan menghilangkan bosan.

bersambung


Comments