Skip to main content

Banyak Cerita Tentang Sebuah Cerita (bagian ketiga)

Bagian Ketiga

Langkahku tertuju ke loket penjualan tiket KRL. menuju Jakarta kota hanya cukup mengeluarkan duit seribu rupiah saja. Yah pantas saja dulu dosenku seringkali bilang inilah sarana angkut massal yang efektif jika benar-benar dioptimalkan.

Kereta belum juga tiba. Sudah hampir sepuluh menit menunggu. Membuang kejenuhan kuambil sekotak permen rasa jeruk yang tadi sempat kubeli dari minimarket di depan kantorku. Akupun duduk di kursi tempat tunggu penumpang.

Kulihat suasana sekitarku, stasiun tak begitu ramai di sisi dengan tujuan Jakarta kota tak lebih dari dua puluh orang. Sesekali mereka menoleh ke arah Selatan melihat kalau-kalau kereta tiba namun Kereta yang kami tunggu tak datang-datang juga. Seorang penjual koran mondar-mandir didepan calon penumpang namun tak ada yang membeli barang dagangannya. ia kemudian berbincang dengan seorang pedagang majalah yang duduk disebelahku. Pria bertinggi badan kira-kira 160an, berkulit sawo matang, berbusana lusuh dan berusia kira-kira 35 tahunan tersebut menunjukkan kresek yang sedari tadi dibawanya dan ternyata isinya bekas tempat air mineral.

"Sambil jualan majalah kamu kumpulin tuh bekas gelas Aqua, lumayan buat tambahan uang jajan sekolah anak-anakmu!", kata penjual koran tersebut.
Wanita berusia 30 tahunan bertinggi tak sampai 160, kurus, rambut sebahu dan kulit terbakar matahari itu hanya mengangguk-angguk mengiyakan.

Di sisi lain agak jauh dari tempatku duduk seorang lelaki berkulit sawo matang, tinggi 160an, berseragam PEMDA dengan rambut gondrong sudah terlihat bosan menunggu. Sebuah Stofmap warna biru digelatakkan begitu saja di dekat tempat duduknya. Dari kantong bajunya ia keluarkan sebungkus rokok kretek. Campuran tembakau dan cengkeh yang telah terbungkus kertas itupun sudah berada dimulutnya. tangan kanannya menyulut dengan korek api. Perlahan ia menghisap dalam-dalam rokok itu dan pelan-pelan membuang asapnya.

Waktu terus saja berjalan dan kini hampir setengah jam. dalam hati aku sudah mulai menggerutu "sial" harusnya memilih naik bisa saja jika tahu begini. Kereta api ekonomi tujuan Jakarta kota tak kunjung tiba sementara sedari tadi kereta tujuan Bogor sudah lebih dari sekali nongol. Yah kalau seperti ini kapan negara ini menjadi maju...Mulailah muncul fikiran "akulah yang paling benar harusnya begini, idealnya begini".

Calon penumpang tujuan jakarta kota mulai bertambah namun sudah hampir empatpuluh lima menit kereta yang ditunggu-tunggu tak juga datang. Aku melirik ke kiri, pegawai pemda gondrong itu sudah mulai resah bolak balik ia berdiri menoleh ke arah selatan sambil terus menghisap rokok. Jika tidak salah ini mungkin rokok keempat yang telah ia hisap.

Bau menyengat sampai ke hidungku. tak sadar sedari tadi aku duduk di depan sebuah tempat sampah. Semakin menjengkelkan saja. Dalam hatiku terus saja menggerutu menyalahkan keputusanku untuk memilih sarana transportasi ini. Sayup-sayup dari kios pedagang kaset terlantun lagu-lagu Scorpion. Akupun terbawa ke syair dan alunan musik grup band asal Jerman itu. Hingga kejenuhan menunggu kereta perlahan hilang.

Hampir satu seperempat jam menunggu kereta yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga..

(bersambung)

MF. Arief


Comments