Skip to main content

Banyak Cerita Tentang Sebuah Cerita

Bagian Satu

Mendung masih menyelimuti langit Jakarta. Gelap, angin kencang membawa hawa dingin yang kurang bisa diterima kekebalan tubuhku. Pantas saja jika batuk dan meriang tak bosan-bosannya berada dalam tubuhku. Cuaca seperti ini enaknya dihabiskan diatas kasur empuk dengan selimut tebal, tanpa beban kerjaan dan ditemani segelas kopi hangat serta pisang goreng. Nikmatnya dunia salah satunya di saat seperti itu.


Saat ini tak mungkin aku melakukan hal konyol seperti itu. Seperti biasanya beberapa artikel antre untuk segera disetor ke editor. Tetap berada di depan layar komputer menikmati sisi kehidupan lain, jalani aktivitas yang dengan yakin dan bangga kutempuh. Meretas jalan menjadi seorang pengarang, penulis. Semua memang butuh proses dan yang kulakukan dan jalani entah kebetulan atau mungkin saja terinspirasi mirip yang dikatakan Pram dalam bukunya Menggelinding. Yang kulakukan sebatas terus menulis, belajar dan jalani semua dengan sungguh-sungguh biarkan semuanya menggelinding.

Kehidupan butuh perjuangan, dan harus ditempuh dengan sepenuh jiwa. Apalagi saat ini aku ada di Jakarta dimana sulit menemukan waktu bagiku untuk sebentar terlelap. Aku harus terjaga atau termakan oleh kencangnya laju ibukota.

Kulihat jam dinding sudah menunjuk pukul 13.30. Jam seperti ini selalu menjadi saat-saat yang berat karena harus berjuang melawan rasa lelah dan kantuk. Belum lagi udara dingin seperti ini bayangan kasur, selimut, bantal dan guling empuk serasa didepan mata.

Namun aku harus bertahan, masih banyak kerjaan yang harus dilakukan. Dengan terbatuk-batuk kembali kuketik kata demi kata lewat keyboard CPUku. Hentakan pencetat tombol-tombolnya serasa jadi musik tersendiri. Suara yang menemani aktivitas setengah hariku setiap senin hingga jumat.

Yah seperti inilah duniaku dan caraku menghabiskan hari demi hariku di ibukota senja ini. Jaka Kalang, nama pena yang melekat hingga saat ini. Jaka kalang, seorang penulis begitulah namaku dikenal lebih terkenal dari nama asliku yang telah lama kulupakan. bukannya aku tak menghargai nama pemberian orang tuaku tapi tidak dikenal membuatku mempunyai dua sisi yang bermanfaat di tiap saat yang berbeda. Itu yang membuatku memiliki banyak kehidupan. Aku bisa ada dimana-mana tanpa takut orang mengenaliku.

Aku harus kembali menulis...

*********
" Aku kecewa dengan dirimu. Kenapa kau lakukan hal itu..bukankah sudah kuberikan satu isyarat kembali padaku,"...Kata-kata itu terus saja muncul di kepalaku. Mungkin Tuhan memang tidak adil, kenapa hal seprti itu bisa terjadi padaku. Aku hanya seseorang yang meminta sedikit perhatian namun kenapa hal itu tak pernah berlama-lama singgah di diriku.

Perhatian seorang Ibu...dengan lembut dan belaian kasihnya...
Perhatian seorang Ayah..dengan segala kebijaksanaan dan perlindungannya...
Perhatian seorang Nenek..dengan cinta dan kasihnya..dengan petuahnya..dengan semuanya..
Perhatian saudara..
Perhatian sahabat..
Perhatian seorang kekasih..

Tak terasa hentakan demi hentakan menghujam perasaanku..kekecewaan demi kekecewaan terus saja menerpa..seperti senapan mesin yang tak pernah habis pelurunya..Dan tiba-tiba saja air mata mengalir, tak hanya menetes dari kedua mataku.Aku sendirian terisak dalam kamarku..

Rasa itu makin meluap dan tanpa kusadari laptop teman setiaku curahkan segala fikir dan persaanku terambil oleh tangan liarku dan """Braakkkk..."""

Laptop itu hancur terhantam ke dinding kamarku..menghujam ke dinding yang tertutup poster Che Gue Vara..Poster itu masih tetap ditempatnya tak sobek karena hantaman laptopku. Che masih tetap tersenyum.

Aku melihat laptopku yang hancur tapi tatapanku kosong..tak secuil rasa menyesal telah melempar laptop itu...mataku kemudian berkunang-kunang dan akupun tak sadarkan diri dan sayup-sayup terdengar teriakan-teriakan teman-teman sekosku...

"Kenanga..Kenanga...."

*********
Bergelut dengan aktivitas seringkali membuat waktu berjalan begitu cepatnya. Saat ini jam dinding sudah menunjukkan pukul 2 siang. Cuaca diluar masih mendung, padahal ada satu tugas ke daerah Jalan Juanda. Ada satu Narasumber yang sebenarny beberapa hari lalu sudah kutulis namun seperti biasanya harus ada kroscek hal yang sebenarnya malas kulakukan. Namun ini sudah menjadi kewajiban, mau tak mau harus kulakukan. Semoga saja nanti tidak kehujanan di jalan.

Hidup memang selalu berhadapan dengan pilihan. Memilih, satu pekerjaan mudah yang sulit. Lewat satu pengalaman kini aku mulai berhati-hati untuk menentukan pilihan utamanya dalam hal-hal yang penting.

(Bersambung)

MF. Arief





Comments