Skip to main content

Ternyata Tilang Berbanding lurus dengan Upah Minimum

Sebelumnya maaf bukan maksud menjelek-jelekkan instansi atau aparat yang satu ini. Mungkin ini lebih pada segelintir individu yang kebetulan memakai seragam. Sebuah kejadian lucu atau apalah yang jelas mampu menjadi sambutan yang begitu berkesan yang penulis alami. Kejadian ini sendiri terjadi di dekat Stasiun Gambir tepatnya di bunderan dimana jelas-jelas tertulis tanda dilarang belok kanan kecuali pukul sekian hingga sekian. Sebelum cerita tentang kejadian tersebut biar lebih seru jika dimulai dari kejadian sebelumnya.

Beberapa hari sebelum kejadian sial tersebut bersama rekan dan teman satu kos ngobrol topik utamanya tentang berkendara di jalan raya Jakarta. Mereka banyak cerita tentang daerah-daerah mana yang harus waspada dan saat dimana harus lebih hati-hati karena adanya operasi yang lebih ketat. Konon kabarnya di beberapa lokasi pada hari tertentu tepatnya hari Sabtu dan Minggu aparat kita ini akan lebih gencar dalam mengadakan operasi dan tak segan-segan memberikan tilang. Pembicaraan yang enjoy-enjoy aja dan diselingi tawa. Sebenarnya yang memicu pembicaraan ini sendiri adalah tayangan iklan produsen rokok ternama yang temanya kesadaran berlalu lintas.


Saat malam itu ada yang unik masing-masing dari kami cerita tentang pengalaman ketika sengaja/ tak sengaja melanggar rambu lalu-lintas dan apa yang dilakukan oleh masing-masing dari kami. Memang masing-masing memiliki cerita unik tapi sesuatu baru yang kutangkap tentang berkendara di Jakarta adalah jika melanggar harus bersama-sama dan lebih hati-hati jika plat nomor kendaraan berasal dari luar jakarta.

Sekarang baru kembali pada pokok ceritanya. Setelah tadi sempat dipake ending kejadian sebelumnya. Kurang lebih kejadiannya begini. Sore itu dua orang pengendara motor dengan plat AG meluncur membelah jalanan ibu kota dengan tujuan Stasiun Gambir. Maklum pinginnya naik kereta yang karcisnya ada disana, sekali-kali boleh dong memanjakan diri. Sang pengendara yang memegang kendali kebetulan sudah beberapa bulan tinggal di Jakarta tentunya sedikit banyak hapal dengan dengan jalanan dan kondisinya. Eh...nyatanya dua orang itu masih bingung dan harus muter-muter rute yang hanya dikira-kira.

Wah akhirnya stasiun Gambir hampir didepan mata. Tapi dua orang itu bingung dengan tanda dilarang belok kanan. Mereka putuskan lurus saja. Lampu merah berganti hijau semua kendaraan lurus kecuali sebuah kendaraan yang berbelok kekanan secara spontanitas pengendara motor itupun ngikut aja kekanan. Wah tak tahunya yang belok kanan hanya satu mobil dan satu motor. Kaget bukan main ternyata di smping yang diikuti dari tadi adalah mobil dengan plat kedutaan besar. Di kejauhan aparat sudah siap-siap tinggal tunggu saja. Saat itu kata-kata yang terbayang hanya satu "mampus".

Biasalah seperti biasanya basa-basi yang dipakai selalu sama, STNK, SIM mana. Sebenarnya sang pengendara sudah berusaha minta keringanan dengan alasan orang luar dan tidak tahu kondisi jalan.
"Pak Ngga' usah ditilang ya!"
"Ya mas kesana dulu nanti diberi pengarahan dulu",
Diberi pengarahan ngga disuruh bayar wah pertama-tama hati pengendara sudah girang bukan main. "Baik banget ya", kata-kata dalam hati
Namun apa yang terjadi???

Ternyata petugas itu masih menilang pengendara tsb. Melanggar pasal dan dikenakan denda dengan jumlah delapan puluh lima ribu rupiah. Itu jika ikut sidang kalau tidak ikut dan titip bisa lewat petugas dan dicatat namanya.
Anehnya jumlahnya berkurang jadi delapan puluh ribu rupiah???????
Diberi pengarahan saja delapan puluh ribu apalagi ditilang berapa ya kena'nya????
Dengan angka-angka tersebut penulis jadi berfikir berarti harga tilang dari daerah satu ngga sama ya...disesuaikan dengan UMR ya ??? Di yogya beberapa waktu lalu pernah ketilang itu saja melanggar dua pasal hanya bayar tigapuluh ribu.

UMR yogya kurang lebih separo kurang dari UMR Jakarta wah berarti tilang disesuaikan dengan UMR yaa...
Wah ga taulah ....


14 November 2006

Comments