PENANTIAN
Dalam lamunannya ia pandangi hamparan sawah luas dengan tanaman padi yang mulai menguning. Sebentar lagi mungkin tak sampai satu bulan sawah ini siap untuk dipanen. Sawah yang cukup luas dengan latar belakang rentetan pegunungan yang sudah beberapa tahun ini ditambang untuk dijadikan sebagai bahan bangunan. Di pinggir sawah juga bisa dilihat beberapa batang pohon mangga dan tanaman yang nampaknya juga sudah siap untuk dipanen. Semuanya menyatu sebagai satu pemandangan yang sangat menakjubkan, hamparan padi menguning dengan naungan awan biru di langit.
Lelaki itu selalu saja duduk termenung di situ; di samping gubuk tua yang mulai reot. Beberapa bulan lalu saat padi baru ditanam para petani yang ada di
"Sedang menunggu", begitu jawabnya.
"Apa yang sedang saudara tunggu?" tanya petani kembali dengan perasaan penuh keheranan.
"Menunggu ini", lelaki itu menunjukkan jari-jarinya yang menggenggam.
Petani itu nampak masih keheranan dan tak habis fikir dengan apa yang dilakukan lelaki itu.
****
"Entah kenapa aku terus saja berharap. Semua harapan itu belumlah hilang hingga saat ini. Aku akan terus menunggu saat-saat itu. Setiap kali berusaha melupakan saat itu juga bayangan itu muncul kembali",
"Antara marah, tidak berdaya, putus asa dan umpatan-umpatan kotor semua terjalin dalam sebuah kisah",
"Aku masih ingat saat itu ketika aku datang padanya. Dengan sebuah harapan kuberanikan diri untuk menyapanya",
"Ah hanya ini yang kau bawa apa artinya sebuah harapan?", katanya
"Jangan remehkan arti sebuah harapan! Dengan secuil saja aku bisa bertahan dalam segala gejolak dunia hingga saat ini", bantahku
Dia hanya terdiam…
"Dengan berbekal yang secuil itu kukumpulkan sepotong demi sepotong. Bongkahan demi bongkahan hingga terkumpul sebesar ini (Tangan yang menggenggam ditunjukkannya)",
"Aku tak seperti lelaki lain yang selama ini kau kenal. Berilah kesempatan sekali saja untuk memberikan segenggam harapan itu dan tanamlah dalam lubuk hatimu. Jaga benih itu dan sirami dengan kasih sayangmu padaku niscaya akan tumbuh dan semakin besar hingga menjadi pohon besar yang berbuah cinta dan kasih sayang",
"Tetap saja tak percaya. Semuanya hanya bualan mulut besarmu saja. Semua omongan dan kata-katamu yang seringkali kudengar dari banyak lelaki yang tergila-gila padaku", jawabnya
"Boleh saja kau tak percaya. Ijinkan sekali saja…!Haruskah aku menambahi dengan kata-kataku lain lagi. Bukankah selama ini aku seperti ini..Apakah aku nampak sebagai seorang pengumbar kata-kata? Bukankah selama ini sangat jarang kata-kata omong kosong itu terlontar dari mulutku",
"Sama saja, bukankah segenggam harapan itu sama saja dengan untaian janji kosong yang nantinya akan terbuka kedoknya? Harapan hanyalah topeng kata-kata yang kau lontarkan dan suatu saat dengan mudahnya kau sangkal",
****
Saat ini sudah berjalan hampir tiga minggu dan lelaki itu masih saja duduk di tempatnya. Tempat yang sama tentunya. Padi yang dulu baru ditanam kini telah memasuki masa panen.
Lelaki itu masih saja menunggu. Terduduk dalam kesendiriannya. Sambil sesekali melihat kembali ke angkasa jika suatu saat bintangnya telah muncul kembali dari kabut yang telah lama menutupnya.
Darimana datangnya penantian?
Dari rasa yang terlalu sulit untuk hilang dari hati.
Darimana datangnya rasa?
Dari kata yang selimuti mata dan kemudian merasuk kedalam relung hati…
Darimana datangnya derita?
Dari rasa yang dituruti hingga terlalu dalam menusuk kalbu.
Bagaimana akhir dari derita?
Ketika rasa sudah tak ada dalam hati. Saat rasa sudah berakhir dan terganti dengan rasa lain.
Bagimana akhir dari rasa?
Tak tahulah aku sendiri juga sedang belajar berusaha menghilangkan rasa itu…Jika kau tahu bagaimana cara akhiri rasa kabarkan lewat aliran air dan tiupan angin yang selalu menyambutku.
Di saat seperti itu sang lelaki masih berharap. Harapan dalam sebuah penantian.
MF. Arief
Post a Comment for "PENANTIAN"
Ingin Memberi komentar