Skip to main content

Tulungagung, Sejarah dan Asal Usulnya

Masjid Di Pusat Kota Tulungagung
Banyak hal yang ternyata kebanyakan orang tidak tahu menahu. Diantaranya mengenai asal usul dan sejarah dari kota tempatnya tinggal. Sejarah satu hal yang sering dilupakan dan dianggap sebagai sesuatu yang kurang penting. Sebagai pembuka yang akan saya kisahkan adalah cerita tentang asal usul kota Tulungagung. Ternyata ada banyak menarik yang layak untuk disimak dan menjadi tambahan pengetahuan baru.

Wilayah Tulungagung ternyata sudah dihuni sejak zaman pra sejarah dulu. Yang dianggap sebagai penghuni awal adalah homo wajakensis. Manusia pra sejarah yang fosilnya ditemukan oleh Eugene Dubois di daerah Tulungagung Selatan. Lokasi penemuannya konon terletak di dusun Nglepung desa Wajak Kecamatan Campurdarat.


Wilayah Tulungagung Selatan

Ada beberapa versi soal asal usul Tulungagung. Salah satu versi menyebut nama Tulungagung sebenarnya berasal dari dua kata 'Toeloeng dan Agoeng. Arti dari dua kata itu Toeloeng berarti mata air dan Agoeng berarti besar. Sebelumnya nama kota ini adalah Kabupaten Ngrawa. Penyebutan kata Ngrawa sendiri konon dari banyaknya daerah berawa yang ada atau dalam bahasa jawanya “Ngrowo”. Tulungagung awalnya hanya merupakan bagian dari distrik dari kabupaten Ngrawa. Waktu itu ibu kotanya masih berada di daerah Kalangbret.

Pegununungan Kapur di Wilayah Tulungagung Selatan

Sejak beberapa tahun lalu ada koreksi mengenai penentuan hari jadi kota Tulungagung. Merunut dari prasasti yang ditemukan di daerah Thani Lawadan yang kini diyakini bernama Wates, Campurdarat uisa kota ini sudah termasuk sangat tua usianya. Dari prasasti Lawadan menunjukkan kota ini berdiri sejak tahun 12 November tahun 1205.

Prasasti yang bertanggal 18 Nopember 1205 -- hari Jumat Pahing- dikeluarkan oleh Prabu Srengga raja terakhir kerajaan Daha. Raja yang terkenal dengan nama Prabu Dandanggendis. Isinya kurang lebih berisi pemberian keringanan pajak dan hak istimewa semacam bumi perdikan atau "sima". Alasannya pemberian ''hadiah'' tersebut adalah karena jasa prajurit Lawadan atas dedikasi dan bantuan mereka kepada kerajaan dalam mengusir musuh dari Timur. Berkat bantuan para prajurit Lawadan sang raja yang tadinya harus meninggalkan kraton dapat kembali berkuasa.

Pada jaman Mataram Islam yaitu jaman Sri Pakubuwono I dan VOC tahun 1709 mengadakan perjanjian nama Kalangbret tetap digunakan sebagai ibukota kabupaten Ngrawa. Begitu juga pada perjanjian Giyanti (1755) nama Kalangbret disebut salah satunya wilayah manca negaranya kerajaan Yogyakarta.

Kalangbret sebagai kadipaten Mancanegara Mataram terbentuk sejak perjanjian Giyanti. Wilayah tersebut selanjutnya dijadikan ibu kota kabupaten Ngrawa tahun 1750-- 1824 Masehi. Yaitu mulai masa Mataram Islam hinnggan jaman colonial. Bupati pertama Kabupaten Ngrawa adalah Kyai Ngabehi Mangundirono.

Nama ''Kalang bret '' telah dikenal sejak tahun 1255 M (prasasti Mula -Malurung) dan disebut ulang dalam Negara Kretagama (1635 M) dengan nama Kalangbret. Atas dasar tersebut legenda yang ada tentang asal Kalabret dari adipati kalang yang tewas dalam kondisi tersembret-sembret oleh pangeran Lembu peteng dimentahkan.

Sebelum bernama kabupaten Ngrawa di wilayah Tulungagung sudah berdiri Katumenggungan Wajak tepatnya pada masa pemerintahan Sultan Agung. Katumenggungan ini bertahan hingga pembentukan kadipaten Ngrawa dengan pusat pemerintahan di Wajak sejak perjanjian Giyanti. Ini terjadi antara tahun 1615 - 1709 M pada masa Mataram Islam dan masa kolonial.

Saat masih berbentuk Katumenggungan yang menjadi tumenggung adalah Senapati Mataram bernama Surontani. Tokoh yang sangat melegenda tersebut dimakamkan di Desa Wajak Kidul Boyolangu.

Katumenggungan Wajak berakhir dengan berdirinya Kabupaten Ngrawa beribu kota di Kalangbret. Nama "Rawa'' telah dikenal sejak tahun 1194 M (Prasasti Kemulan) dan disebut ulang dalam Negarakertagama (1365 M). Nama ini kemudian berubah menjadi ''Ngrawa''.

Saat tampuk kepemimpinan berada di tangan KRT Pringgodiningrat Bupati Ngrawa ke IV, yang memerintah tahun 1824 --1930, ibu kota kabupaten Ngrawa dipindahkan kesebelah Timur sungai Ngrawa yaitu pada lokasi sekarang ini. Selanjutnya kota baru ini dijadikan pusat pemerintahan atau ibu kota Kabupaten Ngrawa. Terjadi pada masa colonial sampai sekarang .Pada tahun 1800--an sampai 1901 nama ''Toeloeng Agoeng'' dipakai sebagai nama salah satu dist rik dalam wilayah Kabupaten Ngrawa. Nama Kabupaten Ngrawa berubah menjadi Kabupaten Tulungagung pada tanggal : 1 April 1901 yaitu pada masa pemerintahan bupati Ngrawa ke 11: RT Partowijoyo.


Fathoni Arief

Berbagai Sumber

Comments

Amelia said…
nice info...

artikelnya menarik...

thanks buat info nya..
Anonymous said…
lalu bagaimana kemudian muncul 2 makam surontani? 1 di wajak kidul, seperti tulisan anda dan 1 di bawah lereng selatan gunung budhek, dusun kendit, desa tanggung, campurdarat?
joe said…
Siip,ni apa yg di omongin soal tani lwadan dket rumah,jika mau tahu lokasinya mampir ke rumahku,.biasanya saat hari ultah kota tlungagung rame bnget anak smp mlakukan upacra,,lokasinya sbnernya hanya brupa komplek persawahan,dan dilalui sungai,,konon saat pembuatan sungai dahulu bnyak dtemukan pninggalan-pninggalan sperti tembikar,jika dihubungkan tentang hal mistik,dari dulu lokasinya agak mnyeramkan,krena tdak jarang trdengar suara gamelan..mungkin jin penghuni disitu.
joe said…
Siip,ni apa yg di omongin soal tani lwadan dket rumah,jika mau tahu lokasinya mampir ke rumahku,.biasanya saat hari ultah kota tlungagung rame bnget anak smp mlakukan upacra,,lokasinya sbnernya hanya brupa komplek persawahan,dan dilalui sungai,,konon saat pembuatan sungai dahulu bnyak dtemukan pninggalan-pninggalan sperti tembikar,jika dihubungkan tentang hal mistik,dari dulu lokasinya agak mnyeramkan,krena tdak jarang trdengar suara gamelan..mungkin jin penghuni disitu.
joe said…
Siip,ni apa yg di omongin soal tani lwadan dket rumah,jika mau tahu lokasinya mampir ke rumahku,.biasanya saat hari ultah kota tlungagung rame bnget anak smp mlakukan upacra,,lokasinya sbnernya hanya brupa komplek persawahan,dan dilalui sungai,,konon saat pembuatan sungai dahulu bnyak dtemukan pninggalan-pninggalan sperti tembikar,jika dihubungkan tentang hal mistik,dari dulu lokasinya agak mnyeramkan,krena tdak jarang trdengar suara gamelan..mungkin jin penghuni disitu.
joe said…
Siip,ni apa yg di omongin soal tani lwadan dket rumah,jika mau tahu lokasinya mampir ke rumahku,.biasanya saat hari ultah kota tlungagung rame bnget anak smp mlakukan upacra,,lokasinya sbnernya hanya brupa komplek persawahan,dan dilalui sungai,,konon saat pembuatan sungai dahulu bnyak dtemukan pninggalan-pninggalan sperti tembikar,jika dihubungkan tentang hal mistik,dari dulu lokasinya agak mnyeramkan,krena tdak jarang trdengar suara gamelan..mungkin jin penghuni disitu.
TEGUH BUDIHARSO said…
Saya dari blog budiharsoteguh.blogspot.com. Ikut urun rembug soal Tulungagug. Secara lengkap ada di blog saya di atas saya tulis dalam 3 seri. Untuk meluruskan sejarah berdasarkan bukti-bukti empiris bukan dongeng.
1. KalangBret zaman Kerajaan Kediri awal ketika Kahuripan dipecah menjadi Janggala dan Pangjalu (1042) oleh Raja Airlangga, termasuk wilayah Kediri menyatu dengan Ngajuk di Lereng Wilis. Daerah itu disebut Kalang Barat.
2. Nama Tulungagung baru muncul pada 1885 sesuai SK Gubernur Hindia Belanda, sebelumnya disebut Toloeng Ahoeng, kemudian diubah menjadi Tulungagung.
3. Sebelumnya Tulungagung masih bernama Kabupaten Ngrowo dan Kalangbret. Jadi ketika Belanda menetapkan Kalangbret sebagai ibukota Ngrowo, itu terjadi karena penyatuan Ngrowo dan Kalangbret menjadi Tulungagung. Penyatuannya pada 1885.
4. Sebelum 1885 itu, pada 1755 Pangeran Mangkubumi yang kelak bergelar Hamengku Buwono I berkraton di Yogjakarta sekarang melakukan pemberontakan terhadap Pamannya sendiri Sinuwun Paku Buwono II. Pemberontakannya ditanggapi dan Belanda ikut campur kemudian Kerajaan Surakarta wilayahnya dibagi 2, Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Perjanjian itu disebut Perjanjian Palilah Nagari atau Giyanti dan terjadi pembagian wilayah mancanegara, Trenggalek digabung dengan Ponorogo dan Pacitan masuk wilayah Surakarta, Ngrowo dan Kalanbret masuk wilayah Yogyakarta.

Fathoni Arief said…
Terima Kasih Pak Infonya. Pengetahuan tambahan buat saya.
Unknown said…
Salam kenal mas fathoni. berita sampeyan terkait sejarah klasik Tulungagung sangat bermanfaat, menambah reverensi sejarah Tulungagung. Berikut ini saya sampaikan tanggapan saya terkait artikel teguh Budiharso di blog pribadinya menanggapi catatan artikel saya di web Tulungagung berjudul Sejarah Tanah Tulungagung. Semoga menambah bahan diskusi sejarah Tulungagung dan Trenggalek. Maturnuwun.


Selenggapnya ada di sini:


http://siwisangnusantara.blogspot.com/2014/07/polemiki-sejarah-tulungagung-dan.html
Fathoni Arief said…
Salam Pak Siwi, ada banyak sumber dan pendapat, saya bisa melihat dari berbagai sisi.
Unknown said…
terimakasih mas Fathoni.

Salam kenal.

Kapan kapan saya ingin dengar kisah sejarah Boyolali mas. Nuwun.