Belajar Matematika lewat Permainan Dakon
Ada hal yang mengusik Windya selama 14 tahun mengajar di SD. Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang ada di lapangan selama mengajarkan Matematika ia selalu mengalami kesulitan dalam menanamkan konsep Faktor Persekutuan Terbesar. Menurutnya selama ini dalam mengajarkan hal itu biasanya abstrak. Setelah 3 tahun terakhir baru ada ide tapi belum mantap bagaimana menanamkan konsep FPB itu bisa lebih difahami oleh siswa dan kontekstual dan nyata bisa diwujudkan.
“Selama ini ada kesalahfahaman dalam pengajaran konsep FPB, padahal konsep FPB ada di sekitar kita. Kita ingin membagi 16 gula pasir, 20 kilogram beras itu kita bagi dalam sekian bungkus dengan syarat jumlahnya sama. Misalkan satu bungkus 2 kg maka yang lain harus sama. Selama ini mungkin kita belum menyampaikan FPB kalau KPK sudah,” paparnya.
Ide mengangkat dakon sebagai alat pembelajaran matematika tercipta lewat proses panjang. Waktu itu ia sering melihat anak-anak kecil yang sedang bermain dakon. Semula saat itu ia kurang memperhatikan dan hanya lewat begitu saja. Setelah berkali-kali lewat terbersit satu ide untuk memakainya sebagai ajang pembelajaran bagi siswa. Setelah merealisasikan idenya akhirnya buah renungannya itu menjadikannya jawara dalam ISF yang digelar di Pondok Indah Mall 13 hingg 19 Agustus kemarin.
Windya saat ini tinggal di daerah Bangli. Ia merupakan lulusan program S1 Teknologi Pendidikan di STKIP Singaraja. Menjadi guru bukanlah satu-satunya cita-cita putra asli Bali ini. Sebenarnya ia memiliki 3 cita-cita yang pertama ingin bergerak di pariwisata, kedua di kepolisian dan di dunia pendidikan tapi seiring dengan berjalannya waktu ia lebih tertarik di dunia pendidikan.
Salah satu alasan kenapa ia memilih jadi guru karena menurutnya anak sekolah dasar pada usia-usia tersebut penuh dengan kemurnian, dan kejujuran. Ia belajar banyak dari anak-anak bagaimana bersikap jujur, berfikir murni dan jernih menurutnya itulah kesenangan yang ada. “Pernah ada teman yang menyarankan saya untuk pindah ke SMP atau kemana tapi saya masih fikir-fikir. Orientasi ekonomi sebenarnya baik di SMP tapi kata hati mengarahkan saya tetap jadi guru SD. Kalau semua masuk SMP siapa yang menangani pendidikan sekolah dasar,” kenangnya.
Sudah ada keterikatan antara Windya dengan muridnya. “Seminggu saja berada di Jakarta rasanya rindu untuk bertemu dengan anak. Memang senior-senior yang memberi tahu untuk bisa bekerja lebih baik memang harus ada rasa cinta. Itu saya tanamkan pada anak-anak sebelum saya berangkat mereka belajar dengan baik dan jangan bermain-main dengan begitu akan membuat saya tenang,” katanya.
Dalam menjalani karir sebagai guru menurutnya yang penting menjadikan bagaimana hidup ini bisa berarti. Namun pernah juga ia merasa sedih misalnya ketika sang anak didik mendapat nilai kurang baik meskipun kita sudah berusaha mengajar dengan baik. “Ada murid yang sampai bohong itu saya sedih sampai di rumah bahkan gara-gar hal itu pernah saya menangis. Apa salah saya mengapa saya tidak bisa berarti mendidik murid-murid menjadi jujur. Kejujuran, penghormatan terhadap orang tua itu hal yang sangat saya pentingkan. Dalam hal ini kayaknya akhlak perlu diperbaiki”, tambahnya.
Ada satu harapan windya untuk dunia pendidikan di pendidikan. Sebagai seorang guru hendaknya berupaya memberikan pelayanan yang terbaik selain itu penekanan rasa cinta terhadap anak harus ditekankan. Penekanan ini menurutnya karena sebenarnya mereka titipan Tuhan. Masih ada satu keinginan untuk sekolah lebih tinggi. “Harapan saya dengan ini semoga saya bisa mendapat beasiswa. Saya dengar akhir-akhir ini ilmu tendik mengeluarkan beasiswa untuk melanjutkan S2. Apapun kami mendapat pendidikan yang lebih tinggi kami akan abdikan juga untuk dunia pendidikan”, harapnya.
Mochamad Fathoni Arief
Post a Comment for "Belajar Matematika lewat Permainan Dakon"
Ingin Memberi komentar