Skip to main content

Karangtaraje : Cerita Tentang Sepaket Rindu dan Senja

Senja di Karangtaraje

Ada satu tempat di Karang Taraje yang entah kenapa membuat saya terkesima. Bagian yang ada bukitnya, ada rerumputan, semak di pinggir, laut bebas dan matahari tenggelam. Tempat yang membuatku kembali terpesona akan Senja. Kembali merindu Senja, satu misteri yang selalu mempesona.

Karangtaraje BantenHari sudah mulai bergeser menuju senja. Angin berhembus makin kencang sementara dengan kondisi badan yang mulai melemah sudah terasa panas dingin disertai batuk-batuk. Angin laut terus saja menerpa.

Seperti rencana semula setelah selesai membidik senja kami akan langsung ke Sawarna. Di warung tempat kami bertemu kombet ternyata sudah ada beberapa orang diantaranya bapak-bapak dengan logat Jawa. Bapak-bapak itu bercerita banyak tentang keindahan sawarna dan menganjurkan kami kesana. Ya kami memang akan kesana. Kami masih harus menunggu si Kombet. Sambil bersiap dengan barang-barang bawaan kami. Si kombet sedang mencari rekan untuk mengantar kami ke Sawarna.

Tak berapa lama Kombet datang. Dengan hanya membawa seorang rekan ia menawarkan kami bagaimana jika naik ojek satu berdua. Ada yang berboncengan 3. Kami menolak dan meminta tambah orang satu lagi saja karena si tukang ojek tak berani jika harus bolak-balik alasannya takut bertemu dengan harimau entah beneran atau jadi-jadian.


Akhirnya datang lagi seorang rekan kombet. Sebelum berangkat bapak-bapak dengan logat Jawa kental sempat berpesan pada kami untuk tidak tidur di pinggir sungai. Karena konon katanya ada buaya yang berbahaya, entah buaya beneran atau jadi-jadian saya juga tak tahu.

Motorpun melaju dengan kecepatan yang luar biasa. Tukang-tukang ojek yang membawa kami menembus kegelapan malam di jalanan menuju Sawarna. Ternyata benar kami harus melewati hutan dengan jalan yang masih dalam perbaikan. Jalanan tersebut masih berupa tanah keras dan bebatuan. Saya sempat merekam dengan kamera digital perjalanan malam itu.

Tukang ojek itu seakan tak peduli dengan kondisi jalan yang ada terus saja memacu laju kendaraan mereka. Sampai-sampai motor yang membawa saya sempat terperosok dan membuat saya harus turun dan berjalan kaki mengingat kondisi jalan yang lumayan parah.

Setelah melewati hutan dan kegelapan malam akhirnya kami sampai di depan rumah pak Hubaya (kepala desa yang lama). Kami langsung saja permisi sementara anak pak hubaya sudah menyambut dan mempersilahkan kami masuk...Welcome To Sawarna..

16 Agustus 2008

bersambung

Comments