Skip to main content

Cara Tukang Dulu Membangun Rumah

Soal bangun-membangun, khususnya rumah, bukanlah hal yang baru buat saya, bahkan jauh sebelum saya kuliah di Jurusan Teknik Sipil FT. UGM. Bicara tentang membangun rumah saya jadi teringat Almarhum keponakan Bapak. Terus terang saya tak tahu nama lengkapnya, saya ingatnya nama panggilan almarhum ini Maki, bukan nama personel band ungu walaupun mirip.

Pak Maki, saya biasa memanggilnya, adalah seorang tukang bangunan. Awalnya ia sering mengerjakan renovasi di rumah kami. Karena hasil pekerjaannya cukup bagus lewat info dari mulut ke mulut tetangga bergiliran memakai jasanya. Satu hal yang saya kagumi pada sosok pak Maki adalah kemampuan serba bisanya. Tidak seperti tukang sekarang yang hanya menguasai satu keahlian Kayu, atau batu saja, ia menguasai keduanya.

Waktu itu di era 90an teknologi bangunan belum semaju sekarang. Saya bisa bilang begitu karena dari bahan, cara dan teknik pengerjaan berbeda dengan saat ini. Contohnya penggunaan material semen merah, bagi generasi yang lahir di tahun 90an mungkin tak menjumpai material ini. Bagi Anda yang belum tahun apa itu semen merah, sebenarnya adalah tumbukan halus dari sisa batu bata. Kebetulan ada tetangga saya yang bikin semen merah dan saya tahu benar proses pembuatannya. Cara pembuatanya memang benar-benar manual saat itu, yaitu pecahan batu bata dipukul dengan besi hingga halus kemudian diayak, cukup simpel bukan. 

Lalu bagaimana aplikasinya? Oke begini penggunaan dari semen merah. Material ini dicampur dengan bahan lain untuk membuat "lepa" atau mortar untuk plester dan pasang. Material lain yang digunakan adalah kapur, pasir dan semen merah. Waktu itu jarang menggunakan semen portland. Sebagai info kapur yang digunakan juga bukanlah kapur bubuk seperti yang sekarang, namun batu kapur. Batu kapur ini biasanya dbeli masih berupa bongkahan. Agar bisa digunakan sebagai campuran semen merah bongkahan ini ditaruh di penampungan sendiri bisa bekas tong, atau lubang selanjutnya diberi air. Setelah terkena air batu kapur akan mengalami reaksi. Air dari kapur tersebut, warnanya putih susu, dicampur dengan semen merah dan pasir.

Apakah sesederhana itu? Ya betul. Seingat saya memang seperti itu dan ada banyak bagian dari rumah di Tulungagung masih peninggalan kosntruksi lama menggunakan material tersebut. Satu hal lagi yang membedakan dengan era sekaranng adalah soal penggunaan tulangan baja. Di era 80an dan 90an awal rumah di kampung saya jarang yang dibangun menggunakan besi tulangan. Karena tidak menggunakan besi untuk dinding luar memakan pasangan 3/4 batu bata dan menggunakan pilaster sebagai pengganti kolom.

Seiring dengan perkembangan jaman dan semakin tinggi kesadaran masyarakat akan langkah tepat membangun rumah, cara yang saya jumpai di masa lalu sudah ditinggalkan. Masyarakat mulai faham seperti apa bahan dan cara yang benar dalam membangun rumah.

Berbagi takkan pernah membuatmu merugi

Comments