Skip to main content

Bank Syariah Di Indonesia

Bank Syariah
Bank syariah mengalami perkembangan yang cukup pesat. Dalam rentang waktu sepuluh tahun terakhir, antara tahun 1999 hingga 2009, keberadaan perbankan berlabel “syariah” di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup siginifikan. Perkembangan tersebut baik dalam hal pelaku hingga jumlah transaksi. Hal ini bisa dilihat dalam laporan tahunan Bank Indonesia tahun 2009.

Dalam laporan tersebut bisa diketahui ada peningkatan jumlah bank syariah di Indonesia. Jika sebelum tahun 1999, tepatnya tahun 1998 hanya terdapat satu bank syariah, Bank Muamalat Indonesia yang diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia, maka di tahun 2009 telah terdapat 6 unit Bank Umum Syariah, 25 Usaha Syariah dan 139 unit Bank Perkreditan Rakyat Syariah. Jumlah tersebut masih akan bertambah jika melihat data terbaru di akhir 2010 dan pelaku perbankan konvensional lain yang sudah berancang-ancang mendirikan bank syariah.Perkembangan perbankan syariah tak hanya dari segi bertambahnya pelaku perbankan saja namun, tapi juga dari indikasi-indikasi perbankan syariah seperti jumlah asset, dana pihak ketiga (DPK), Financing to Deposit Ratio (FDR), Non Performing Financing (NPF) dan pembiayaan. Lihat saja angka-angka dari data statistik BI tahun 2003 nilai asset bank syariah hanya mencapai Rp. 7,945 Triliun namun di akhir tahun 2009 meningkat hampir 7 kali lipat menjadi Rp. 66,09 Triliun. Dari data-data tersebut kita bisa tahu betapa luar biasanya potensi dari perbankan syariah di Indonesia.

Namun perkembangan dari perbankan syariah tersebut masih menuai pro dan kontra. Apakah semua yang memakai label syariah benar-benar sesuai syariah. Masyarakat masih banyak menilai bank-bank syariah yang ada saat ini belum sepenuhnya mengacu pada konsep syariah atau tak ubahnya bank konvensional yang hanya diberi baju dan kostum syariah.

Melihat tampilan depan atau covernya sekilas bank-bank syariah yang ada memang menggunakan istilah-istilah syariah. Dengan memakai “mudharabah” sebagai asas dan landasan bagi setiap transaksi yang dijalankan, perbankan syariah di Indonesia mengklaim apa yang mereka upayakan sudah benar-benar syariah. Asas tersebut mereka gunakan dalam setiap transaksi antara nasabah pemilik modal dengan pihak bank maupun pihak bak dengan peminjam modal. Praktek yang dilakukan oleh bank syariah, jika hanya melihat di permukaannya saja, memang terkesan baik-baik saja. Tapi tunggu dulu, coba saja jika dikaji dengan lebih mendalam ada sesuatu yang kurang pas dalam pelaksanaanya.

Sebagai gambarannya adalah seperti berikut ini. Sebagai pembanding di awal akan saya jelaskan sistem perputaran uang di bank konvensional. Dalam sistem ini bank memiliki peran berbeda ketika berhadapan dengan nasabah yang menaruh sejumlah uang di bank, dengan para kreditur yang meminjam uang dari bank. Dalam kasus pertama bank berperan sebagai pelaku usaha yang akan menampung dana dari masyarakat dan memberi imbalan berupa bunga. Namun di kasus kedua bank bisa saja berubah peran menjadi pemodal. Dari perputaran uang tersebut bank mendapat keuntungan dari selisih bunga yang dibayarkan oleh peminjam dan yang diberikan kepada nasabah.

Lalu bagaimana dengan yang dilakukan oleh bank syariah saat ini? Perbedaan yang mendasar dengan praktik di bank konvensional baik kepada nasabah maupun kreditur digunakan akad mudharabah padahal ada dua peran berbeda yang dilakukan oleh bank saat itu. Bank sebagai pelaku usaha, saat berhubungan dengan nasabah dan berperan sebagai pemodal, yaitu ketika perbankan berhubungan dengan pelaku usaha yang meminjam sejumlah dana.

Melihat gambaran diatas bisa kita simpulkan meskipun bunyi akadnya mudharabah dengan adanya peran ganda sebenarnya yang terjadi adalah akad utang piutang. Padahal jika yang berlaku adalah akad utang piutang pihak bank tidak berhak untuk meminjamkan lagi ke pemilik usaha, karena status dana yang ada menjadi amanah yang harus dijaga dan digunakan untuk melaksanakan amanah lain yaitu bank membuat usaha nyata yang akan mendatangkan keuntungan.

Sekarang pertanyaanya apakah dari sejumlah bank berlabel syariah yang ada sudah memiliki usaha sendiri? Jika tidak artinya sama saja bank hanya bertindak sebagai penyalur dana tak ubahnya seperti bank konvensional biasa. Apakah memang sebagian besar bank-bank syariah yang ada di negeri ini hanya penampilan luar saja yang syariah, tetapi sebenarnya sama saja dengan perbankan konvensional biasa.


Berbagi takkan pernah membuatmu merugi

Comments