Catatan Perjalanan : Menelusuri Bayah (4)




Bis yang kami tumpangi terus melaju. Beginilah nikmatnya melakukan perjalanan pada malam hari. Tak banyak halangan yang ada, tidak seperti saat siang hari. Bus bakal sering berhenti apalagi jika kondisi lalu-lintas sedang padat-padatnya.

Sepanjang perjalanan menuju Pelabuhan Ratu bis sekali berhenti. Di daerah bis ini berhenti cukup lama. Kurang lebih setengah jam bis berhenti. Kesempatan ini kami gunakan untuk mengendorkan otot-otot yang kaku dan menyempatkan diri memotret sekitar. Masing-masing dari kami membawa peralatan fotografi termasuk saya. Selain kamera digital SLR saya juga membawa video handycam yang merekam perjalanan kami sejak berangkat hingga nanti kembali. Memanfaatkan waktu saya juga menyempatkan mencari kamar kecil setelah cukup lama menahan kencing.



Tepat di samping bis berhenti mangkal penjual sekoteng. Rupanya saya tergoda untuk membeli. Dan kehangatan jahepun perlahan masuk ke tubuh saya.



Bis kembali lanjutkan perjalanan. Kali ini udara dingin mulai terasa. Kondisi jalan yang dilewati juga mulai menanjak dan berkelok-kelok. Tentang kondisi jalan yang berkelok-kelok saya punya pengalaman sial. Sewaktu naik bis ini tahun lalu saya tidur di bagian belakang, pojok. Saya tertidur dengan kepala menempel pada pegangan besi. Karena jalan yang berkelok kepala saya sempat membentur ke besi. Saya baru merasa sakit ketika terbangun kepala saya pusing. Setelah saya pegangi baru sadar kepala saya benjol akibat tebentur besi.

Kali ini posisi duduk saya berbeda. Saya duduk di kursi agak depan. Dengan kondisi kursi yang lapang seharusnya saya bisa mudah terlelap namun nyatanya tidak semudah itu. Meski berusaha memejamkan mata namun usaha saya sia-sia. Sementara rekan-rekan saya sudah terlelap semua. Kondisi ini bertahan hingga bis yang kami naiki memasuki terminal Pelabuhan Ratu. Waktu sudah menunjukan pukul satu lebih.

Memasuki terminal ini berdasarkan pengalaman yang membuat saya jengkel adalah tukang ojek. Saya masih ingat setahun lalu kami bertiga begitu turun langsung diserbu belasan tukang ojek. Itupun beruntun dua datang kami tolak dua sudah menunggu di depan. Dua di depan ditolak dua lagi sudah bersiap di depan. Untung saja waktu itu kami berhasil menolak meskipun salah seorang rekan dibuat sedikit emosi.

Kali ini kami datang lebih banyak. Namun saya tetap antisipasi dari serbuan tukang ojek. Ternyata apa yang saya kuatirkan tidak terjadi. Kali ini tukang ojek yang ada tidak sebanyak dulu. Mungkin karena kedatangan kami lebih pagi. Dulu kami datang sejam lebih awal.

Diantara tukang ojek tersebut hanya satu dua saja yang berusaha keras menawarkan jasa meskipun mentah. Bahkan ada yang sedikit memaksa.

“Karanghawu Kang?”

“Engga, mau mesjid besok saja”

“Sekarang saja!”

Hmm upaya si tukang ojek mentah juga. Kamipun berjalan sekira 300 meter menuju sebuah masjid kecil di dekat terminal Pelabuhan Ratu.Kondisi masjid itu masih seperti dulu. Kami mengambil posisi di teras sebelah samping yang tertutup dari jalan. Setelah bersih-bersih dan mengamankan barang bawaan masing-masing kami berusaha terlelap dan bangun subuh-subuh.

Selain kami ternyata ada seorang lelaki tua yang menginap di emperan. Dia terlelap sementara di dinding dekat kepalanya ada sebuah botol air mineral dan plastik berisi air putih. Ternyata isinya dua ekor ikan cupang.

Kami dengan sarung yang menutupi wajah, kaki yang berbalut kaos kaki dan aroma lotion anti nyamuk mulai memejamkan mata. Tak lama semua sudah tertidur kecuali saya yang hanya bisa terpejam namun tetap saja susah tidur saat itu. Kondisi ini berlangsung beberapa jam. Sedangkan waktu terus bergeser menuju Subuh.

Fathoni Arief

Post a Comment for "Catatan Perjalanan : Menelusuri Bayah (4)"