Skip to main content

Novel Pinjeman

Hari Minggu saya diwarnai dengan proses perjalanan menembus ruang dan waktu melalui novel Pitaloka...........

Setiap kali mendengar Pitaloka ingatan saya selalu tertuju pada kisah memilukan Perang Bubat. kisah yang diceritakan dengan berbagai versi. Ada versi yang memihak Majapahit dan versi lain memihak Pajajaran. Peristiwa yang di tahun-tahun setelah itu menimbulkan perang dingin antara dua Suku Jawa mewakili Majapahit dan Sunda mewakili Pajajaran.

Meski sudah agak lama terbit kira-kira setahun lalu saya belum pernah membaca Novel Pitaloka -cahaya-. Saya beruntung dapat pinjaman dari kawan. Makasih pijemannya, besok-besok bawain jangan satu yah yang banyak sekalian (he3). Awalnya terus terang saya kurang tertarik karena seperti yang telah saya ceritakan di awal paling-paling sejarah perang Bubat dan kontroversi yang mengemuka. Ternyata di Novel ini saya salah duga.

Novel -cahaya- merupakan bagian dari novel Trilogi Pitaloka. Membaca novel ini saya diajak berkenalan dengan sosok yang nanti sejarah mengenang namanya sebagai putri cantik jelita Dyah pitaloka. Novel seperti ini sebelumnya juga pernah ada sebut saja Gadjah Mada karangan Langit kresna Haryadi. Maka nanti sedikit banyak saya banding-bandingkannya dengan novel itu.

Secara umum ceritanya menarik. Namun saya sedikit bertanya-tanya mengenai sosok Candrabhaga. Di sini diceritakan Candrabagha merupakan guru dari Sannaha (nama samaran dari pitaloka). Sosok Sannaha katanya merupakan orang dari Pase yang membawa ajaran beribadah menghadap ke barat di beberapa waktu dengan gerakan dan bacaan tertentu yang beda dengan ajaran waktu itu. Meski namanya novel dan bukan buku sejarah sebagai orang awam saya bertanya-tanya apakah benar waktu itu Islam sudah masuk Pajajaran? Tapi okelah sosok sang Guru menurut saya menarik juga.

Untuk bisa mengikuti cerita dengan runtut pembaca harus jeli. Karena alur dalam Novel ini memang dibuat melompat-lompat kadang bicara masa lalu trus kembali ke masa saat ini sehingga memang harus runtut dalam membacanya.

Satu yang agak kurang menurut saya ketika pembaca diberi teka-teki siapa sebenarnya penyusup di padepokan Candrabhaga. Dengan mudah pembaca menebak siapa sebenarnya penyusup sehingga sedikit mengurangi rasa penasaran saya. Tentunya beda saat membaca Novel Gadjah Mada saat ada teka teki kata Sandi bagaskara Manjer Kawuryan. Dan teka teki siapa pembawa payung yang bisa memanggil hujan.

Secara keseluruhan menurut saya Novel ini menarik untuk diikuti. bagaimanapun ini adalah hasil proses kreatif yang bagus untuk merangsang karya-karya lain terutama yang bermain di ranah Sejarah.


Comments