Skip to main content

Status Sosial Dan Ketulusan

Perlahan tapi pasti kakiku terus bergerak langkah demi langkah menyusuri jalanan kota tua Mojokerto. Sebuah pengalaman baru sekilas mirip dengan adegan dalam sebuah film. Tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya jika laju kereta yang tadi kuanaiki tiba-tiba kencang saat aku loncat dari kuda besi itu.

Menelusuri kota tua ini mengingatkanku pada novel Gadjah Mada yang telah aku lahap. Bayanganku seakan-akan diajak kembali di masa lampau saat era kejayaan kerajaan Majapahit. Sosok-sosok Gadjah Mada, Tanca, Diah Wiyat, Diah Menur, Pradhabasu dan masih lagi tokoh lain perpaduan antara fiksi dan sejarah yang membuatku terkagum-kagum dan cukup terkesima dengan masing-masing karakter yang dimilikinya. Rasa penasaran membayangkan betapa cantiknya seorang Diah Wiyat yang membuat Tanca terkesima hingga akhir hayatnya.
Sebuah pengalaman baru dengan kereta bisnis jurusan kota pahlawan itu. Sebuah lagu lama bagaimana informasi salah yang kupercaya hamper saja berakibat fatal buatku. Tapi sudahlah tak baik juga mengorek-ngorek sebuah borok dari orang lain lebih baik menghibur hati dengan mendengarkan alunan musik dari mp3 player yang ada di kantong bajuku.

Pak Tukang Jukir, aku tak tahu siapa nama dari orang yang kuajak ngobrol disebuah jalanan Mojoketo ini tapi yang jelas profesi jukir tak ada salahnya kupanggil dia sesuai profesinya. Pak Jukir selanjutnya aku panggil orang tersebut. Begitu nol informasi tentang kota ini apalagi kedatanganku dengan sangat tidak sengaja atau lebih tepatnya kesasar.

Ada banyak hal yang kuperoleh dari sosok satu ini. Sebuah informasi dan sambutan yang begitu hangat bagi orang asing sepertiku, hal yang sangat sulit untuk dijumpai . Ternyata secara kebetulan orang ini dulu juga sempat menjalanai profesi sebagai penarik becak di salah satu sudut kotaku; Tulungagung. Benar-benar sebuah ketulusan dari orang yang strata socialnya jelas-jelas dibawah.

Seorang Jukir dan seorang kondektur kereta dua sosok yang memiliki posisi dan strata yang sanagt jauh berbeda. Ternyata ini mungkin sangat subyektif juga dan hanya pendapatku saja, ketulusan diantara mereka berdua juga sangat berbeda.

Ketika sebuah pertanyaan terlontar untuk sang kondektur kurang lebih begini pertanyaannya :
“Maaf Pak nanti di Jombang kereta berhenti atau tidak?”
“Ya” sebuah jawaban yang begitu kupegang. Kondektur menjawab dengan roman yang agak acuh tak acuh namun namanya itu adalah jawaban dari orang yang berkompeten maka aku begitu memegangnya.
Aku juga melontarkan sebuah pertanyaan untuk sang Jukir:
“Pak untuk menuju terminal naik angkot apa?”

Dengan begitu gamblang Jukir menjelaskan padaku tentang angkot dan untuk hati-hati terutama jika Tanya pada tukang becak walaupun dirinya juga seorang tukang becak. Hal itu tak berhenti sampai disitu saja Jukir mempersilahkan aku duduk di sebuah kursi yang biasa digunakan untuk menunggu kendaraan yang diparkir disana. Sebuah obrolan hangat seakan sudah sling kenal mengiringi saat menati angkutan.

Pertanyaan untuk dua orang berbeda dengan hasil yang berbeda pula. Dari seorang kondektur kereta itu jawabannya membuatku tersasar hingga sempat meloncat dari gerbong kereta bisnis sedang dari jukir itu mengantarkanku ke terminal dan langsung mendapat bis tujuan Tulungagung.
Ah ternyata status dan pendidikan itu tak selamanya berbanding lurus dengan ketulusan hati, keramahtamahan dan kesetiakawanan.

Sebuah pengalaman yang begitu menjengkelkan. Sebenarnya ada cerita tak kalah menjengkelkan lagi namun jika kupaparka makin membuatku muak pada mereka yang sok berada di atas.
Daripada suntuk aku menikmati laju bis Pare Tulungagung, dari mp3 di kantongku mengalun lagu the beatles.

When I find myself in times of trouble, mother Mary comes to me,
speaking words of wisdom, let it be.
And in my hour of darkness she is standing right in front of me,
speaking words of wisdom, let it be.
Let it be, let it be, let it be, let it be.
Whisper words of wisdom, let it be.
And when the broken hearted people living in the world agree,
there will be an answer, let it be.
For though they may be parted there is still a chance that they will see,
there will be an answer. let it be.
Let it be, let it be, .....
And when the night is cloudy, there is still a light, that shines on me,
shine until tomorrow, let it be.
I wake up to the sound of music, mother Mary comes to me,
speaking words of wisdom, let it be.
Let it be, let it be, .....(Let It Be, The Beatles)

Mojokerto 30 Desember 2006

Comments