Skip to main content

Cerita di Balik Secangkir Kopi

Kopi, siapa yang tak kenal minuman ini. Ternyata dalam secangkir kopi tak hanya mengandung rasa yang nikmat namun juga berbagai data dan fakta yang menarik.

Tahun 1599, Harvey, seorang lulusan Universitas Cambridge merantau ke Italia. Di negeri Pizza ia melanjutkan kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Padua, salah Universitas paling top di dunia saat itu. Di sini Harvey mulai menggemari "minuman" yang belum pernah ia temui di negaranya. Minuman ini ia kenal setelah mempelajari tanaman yang dibawa ahli botani selepas melakukan perjalanan di Jazirah Arab dan mahasiswa asli Arab.

Usai menyelesaikan studi Harvey pulang ke Inggris. Di kampung halamannya ia makin menggemari kopi. Sampai-sampai ia mengimpor langsung biji kopi untuk dikonsumsi sendiri. Saking “cintanya” kepada kopi konon saat jelang meninggal ia menjepit biji kopi antara ibu jari dan telunjuk sambil berkata “ biji kopi ini sebagai sumber kebahagiaan dan kecerdasan,”.

Saking “cintanya” kepada kopi konon saat jelang meninggal ia menjepit biji kopi antara ibu jari dan telunjuk sambil berkata “ biji kopi ini sebagai sumber kebahagiaan dan kecerdasan,”.

Berabad-abad kemudian, kopi makin populer tak hanya di negeri asalnya dan Eropa namun menyebar ke berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Saat ini kopi menjadi salah satu minuman yang paling digemari. Kepopuleran kopi di Indonesia bisa dilihat dari mudahnya kita menemukan minuman ini mulai dari di warung, swalayan hingga kafe di kota-kota besar. Kopi digemari semua kalangan pria wanita muda hingga tua.
Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia dalam websitenya merilis data kebutuhan kopi nasional tiap tahun. Pada tahun 2010 kebutuhan kopi nasional mencapai 190.000 ton pertahun, angka tersebut terus meningkat hingga di kisaran 250.000 ton saat ini atau sekira 1 kilogram per kapita per tahun. Jika satu sachet kopi olahan di pasaran rata-rata terdiri dari 20 gram artinya perkapita kurang lebih mengkonsumsi 50 sachet kopi.

Persaingan Yang Kian Ketat


Tren meningkatnya kebutuhan kopi nasional juga diikuti dengan semakin ketatnya persaingan antar produsen kopi. Peta persaingan pun berubah jika dibandingankan lima atau sepuluh tahun lalu. Untuk merangkul konsumen "perang" sengit terjadi di sini. Tak hanya melalui iklan di berbagai media berbagai paket murah diluncurkan mulai dari beli 2 gratis satu, 3 gratis satu dan sebagainya. Strategi ini tak hanya dilakukan satu merk saja tapi juga beberapa.

Pangsa pasar kopi bubuk instant di Indonesia masih dikuasai Kapal Api Group yang diproduksi oleh PT. Santos Abadi Jaya. Perusahaan kopi bubuk yang berawal dari sebuah industri rumah tangga sederhana di Surabaya, tahun 1927, itu kini menguasai mayoritas market share kopi bubuk domestik. Kapal Api hadir dalam berbagai pilihan mulai dari Kapal Api Special (kopi bubuk murni), Kapal Api Special Mix (kopi plus gula), Kapal Api Kopi Susu (kopi, gula dan susu) sampai ke produk yang terakhir diluncurkan, Kapal Api Mocha (kopi, gula, susu dengan campuran cokelat).

Tahun 2007 MARS pernah merilis hasil riset yang menggambarkan hegemoni Kapal Api grup (Kapal Api, ABC, dan Good Day). Perusahaan ini masih menjadi jawara di pasar kopi serbuk. Tahun 2007, Kapal Api di posisi teratas dengan porsi 44,3% meningkat dibanding dari tahun 2006 yang memperoleh 44,0%. Disusul kemudian oleh ABC, dengan 17,9%, naik sedikit dari tahun 2006 yang mendapat porsi 17,5%.

Fenomena White Coffee

Setiap tahun front consulting group mengeluarkan hasil survey Top Brand Award, penghargaan yang diberikan kepada merek-merek yang meraih predikat TOP. Ada dua criteria sebuah merk bisa masuk dalam kategori TOP brand. kriteria tersebut adalah merek memperoleh Top Brand Index minimum sebesar 10%, dan menurut hasil survei berada dalam posisi 3 besar dalam kategori produknya.

Tahun 2015 ini untuk kopi ada 4 kategori, kopi bubuk berampas, kopi instant, kopi ginseng dan White Coffee. Di kategori kopi instant urutan teratas masih diraih kapal Api dengan Top Brand Index 43,7 % disusul ABC 20,3% dan Luwak masuk di posisi ketiga dengan 16,9 %.

Hanya berada di posisi ketiga kategori kopi bubuk berampas, di kategori white coffee, luwak mampu berada di puncak dengan 72,1 % disusul ABC white coffee dengan 10,3 %.


Kesuksesan Luwak white coffe menembus hegemoni pemain lama tak bisa dipisahkan dari inovasi mereka varian baru kopi di tahun 2013, white Coffee. Kopi instan ini berbentuk bubuk dengan campuran non-dairy creamer dan gula. Setelah diseduh, warnanya cenderung lebih pucat atau krem dibanding kopi biasa. istilah white coffee mengacu pada kopi hitam yang diberi susu, krim, atau produk turunan dari sirup jagung, kedelai, dan kacang yang dituang dalam suhu ruang. Kopi ini juga dikenal dengan sebutan coffee light, light coffee, coffee with milk, atau regular coffee.


Sebelum kemunculan white Coffee, Luwak hanya meraih TBI untuk kategori kopi bubuk berampas 2,8 % di tahun 2012 dan naik menjadi 3,8 % di tahun 2013. Lompatan terjadi tahun 2014 saat meraih TBI 14,7 % di kategori kopi bubuk berampas dan langsung menjadi jawara kategori baru white coffee dengan 74,4%.
Luwak White Coffee cukup sukses dengan gebrakan produk varian baru kopi ini sampai-sampai produsen lain ikut-ikutan membuat produk serupa hingga muncul pemain lain dengan produk serupa sebut saja , Kopiko White Coffee, ABC White Coffee, Kapal Api Grande, Nescafe White Coffee.

Melihat rekam jejak Luwak White Coffee ada satu hal yang jadi kunci sukses mereka, yaitu inovasi produk. Inovasi satu hal yang tak bisa dilewatkan apalagi jika harus berhadapan dengan sang jawara seperti Kapal Api .

Sementara itu di kategori kopi bubuk instant posisi puncak masih dipegang Indocafe dengan 30,4 % disusul Nescafe 18,4 %. Rasanya tak mengherankan kategori ini diraih Indocafe, apalagi mengingat popularitas salah satu produk mereka Indocafe Coffemix.

Fathoni Arief

Comments