Skip to main content

Lagu Didi Kempot, Sahabat Rindu Yang Tak Pasti

Didi Kempot Sang Maestro

Pagi itu, seperti biasa saya tengah membuka salah satu group Whats App Messanger yang saya ikuti. Ada satu pesan yang cukup mengagetkan, tak ada angin tak ada hujan sebuah pesan yang intinya mohon doa karena sang maestro campursari tengah dalam kondisi kritis di salah satu rumah sakit daerah Solo. Tak mau percaya begitu saja saya coba cek berita terbaru dan tak ada satupun info yang mengatakan ini sebuah fakta ataupun hoak. Tak mau percaya begitu saja saya coba bertanya pada pengirim pesan, hal sakit apa yang diderita dan waktu itu belum ada kejelasan.

Rupanya, info yang saya terima di grup adalah sebuah fakta dan yang membuat saya terkejut Lord Didi Kempot benar-benar telah kembali pada sang Khaliq. Benar saja, tak lama berselang ucapan dukacita pun membanjiri sosial media.

Saya benar-benar masih tidak percaya Didi Kempot telah berpulang. Rasanya baru kemarin, pertengahan tahun 2019 saat masyarakat masih belum sepenuhnya terlepas dari euphoria pilpres, saat satu atau dua menjadi pembeda yang begitu nyata, sosok Didi Kempot muncul atau lebih tepatnya “dimunculkan” oleh pemilik semesta. Bermula dari acara offline yang diadakan Youtuber Gofar Hillman, Didi Kempot kembali meroket. Bahkan mampu menarik perhatian semua kalangan mulai dari anak-anak hingga dewasa dari kota hingga desa. Ternyata, Didi Kempot seperti utusan lain yang tanpa disadari sebagai pencair suasana, penyatu kubu satu dan dua. Setelah sempat berseteru, mereka menjadi satu sebagai bagian dari sobat ambyar.

Saya sendiri termasuk orang yang di”ambyar”kan dengan lagu-lagu mas Didi Kempot. Meskipun sebenarnya, saya bukan orang yang “ujug-ujug” ikutan trend sobat ambyar. Saya sudah mengenal dan mengikuti perjalanan mas Didi sudah sejak dua puluh tahun lalu tepatnya selepas lulus SMA. Makanya saat ada isu kurang sedang yang mempertanyakan “keyakinan”mas Didi, ingatan saya seperti di bawa lagi ke masa silam. Ada seseorang yang pernah cerita hal pelantun lagu Stasiun balapan yang membangun tempat ibadah di kampung halaman.

Lagu pertama yang sering terdengar di telinga saya waktu itu adalah Sewu Kutho dan terminal Tirtonadi. Saya mendengarnya melalui lantunan pengamen di atas bis sepanjang perjalanan menuju Yogyakarta. Waktu itu, awal-awal saya kuliah di kampus Universitas Gadjah Mada memulai awal baru menjalani hidup sebagai mahasiswa, anak kos, perantau yang jauh dari orang tua.

Saat itu, seringkali yang muncul adalah kesunyian, kesepian dan tentu saja rindu. Tentu saja rindu yang tak ada kepastian, ini rindu untuk siapa dan akan menjadi apa. Saat-saat seperti itu acara Dot.id (Didi Kempot Idolaku) di radio Pop Fm menjadi pelipur lara. Saya masih ingat acara ini disiarkan hampir tiap hari jam 2 siang. Mulai dari sana saya mulai mengenal lagu Didi Kempot selain Sewu Kutho dan Stasiun Balapan seperti Terminal Tirtonadi, Tanjung Mas Ninggal janji, Kalung Emas, penyiar radio dan tentu saja cidro.

Entah kenapa tiap lagu jika kembali saya dengar mampu memanggil kembali memori dan suasana hati saya waktu itu. Salah satunya adalah lagu “layang kangen”. Waktu itu di usia belasan tahun seperti anak muda lainnya biasa punya perasaan pada lain jenis. Mesti sayangnya kebanyakan perasaan tersebut hanya satu arah saja, termasuk saya dan lagu layang kangenlah yang jadi penghibur saya. Penghibur kangen atas segala hal yang tidak pasti.

Lagu lain yang begitu membekas adalah penyiar radio. Jaman dulu sebagai mahasiswa teknik ada banyak tugas yang dikerjakan malam hari. Biasanya sebagai teman mengerjakan tugas ini adalah siaran radio. Inilah cuplikan syair lagu penyiar radio.

Suaramu, pancen penak, dirungo'ke
Gawe seneng, uwong sing podo, mirengke
Suaramu, ora biso, dilale'ke
Senajan, aku mung krungu suarane.

Penyiar radio aku, matur nuwun karo kowe
Suaramu kuwi pancen, nyenengake.
Penyiar radio aku, sabendino ngrungo'ake
Suaramu ora biso, dilale'ake

Kini pelantun lagu penyiar radio sudah kembali pada sang penciptanya. Meski demikian saya ucapkan terimakasih atas kumpulan lagu-lagumu yang menjadi sahabat setia di kala rindu, sunyi dan susah. Selamat Jalan Mas Didi.

Sumber Foto : Kompas.com

Berbagi takkan pernah membuatmu merugi

Comments