Skip to main content

Sejarah Kota Tulungagung Melawan Banjir

Waduk Wonorejo Tulungagung

Sudah lama kota Tulungagung terkenal sebagai daerah banjir. Keadaan topografi kota ini terletak di daerah cekungan yang merupakan wilayah terjadinya genangan tiap kali hujan. Genangan yang terjadi di wilayah kota ini bahkan merupakan yang terluas disepanjang aliran sungai Brantas. Kondisi seperti itu membuat keadaan kota setiap kali terjadi hujan bagaikan “kedung”. Jika terjadi banjir biasanya paling lama dan parah kerusakan yang ditimbulkan.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut sudah dilakukan berbagai usaha sejak seabad yang lalu. Usaha penanganan pertama kali mulai dilakukan pada tahun1899 tapi masih terbatas hanya pada tahap perencanaan saja dan belum ada satupun yang terlaksana dilapangan hingga beberapa puluh tahun kemudian. Sebenarnya dalam rentang waktu tersebut desain perencanaan penanggulangan telah selesai dibuat yang dasarnya survei dan investigasi. Desain total selesai dibuat tahun 1923.

Tahun 1939 akhirnya rencana-rencana yang telah dibuat mulai dilaksanakan. Berdasarkan rencana yang dibuat oleh H.Vlughter seorang ahli keairan dari Belanda. Sebagai penanganan langkah yang ditempuh adalah dengan mengalirkan air kali Ngasinan dan Kali Tawing, sebagian ke Rawa Bening dan Gesikan sebagian ke ke Kali Brantas.

Perubahan aliran dari penanganan tersebut diharapkan mampu mengurangi banjir yang disebabkan oleh kedua sungai tersebut. Selain dapat membuka daerah persawahan baru dan mengisi Rawa Gesikan dengan sedimen secara alamiah. Beberapa bangunan penunjang yang dibangun saat itu adalah Dam Widoro Beserta fasilitas penunjang, sudetan Munjungan yang menghubungkan kali Tawing dan kali Ngasinan, Dam Sumber Gayam, Sudetan Ngasinan-Ngrowo, pintu air Cluwok dan beberapa bangunan air lainnya.

Peristiwa banjir tahun 1955 akhirnya memaksa perubahan rencana penanganan yang telah dilakukan. Sebagai tindak lanjut dibangunlah Parit Raya serta parit Agung, pintu Air Tulungagung serta terowongan Tulungagung Selatan I & II. Terowongan yang dibangun itu sendiri mampu mengalirkan air banjir dengan debit mencapai 1136 meter kubik perdetik. Hal tersebut merupakan langkah pertama dari proyek penanganan pertama yang dilakukan.

Pembangunan Terowongan itu sendiri merupakan tindak lanjut dari bangunan yang sudah ada sejak jaman Jepang, Terowongan Neyama. Terowongan ini merupakan tempat dilakukaannya kerja paksa pada jaman penjajahan oleh negeri matahari terbit itu. Neyama merupakan saluran terbuka dengan lebar 30m panjang 20m dan terowongan sepanjang 850 m. Kapasitas terowongan ini mampu mengalirkan air sebesar 7 meter kubik tiap detiknya.

Bangunan-bangunan terowongan yang dinamakan Terowongan Tulungagung Selatan selesai pembangunannya pada tahun 1961. Adanya bangunan-bangunan tersebut mampu menyusutkan luas daerah genangan dari sekitar 28.000 Ha menjadi 13.600 Ha. Adanya permintaan dari warga untuk mengeringkan rawa Gesikan membuat daerah genangan terus berkurang.

Masalah tidak berhenti sampai disini saja. Sebagai akibat pengeringan daerah yang dulunya terkena banjir tahunan ganti mengalami kekeringan. Daerah disebelah Timur yang dapat diairi oleh parit Agung tidak bermasalah, tapi daerah sebelah Barat masih tetap kering. Sebagai penanganan masalah tersebut dibangunlah Bendungan Wonorejo.

Proyek pembangunan bendungan Wonorejo semula direncanakan selesai pada tahun 1988, tetapi dengan terjadinya penurunan harga minyak akhirnya mengalami penundaan. Proyek ini sendiri termasuk dalam tahap ketiga proyek Tulungagung. Dalam tahap ini dibangun beberapa bangunan diantaranya bendung Segawe di kali Parong guna penanganan banjir, bendungan Wonorejo, saluran penghubung antara bendung Segawe dan Wonorejo sepanjang 600m dan jaringan Irigasi Tulungagung Barat, Dawir dan TlogoBuret.

Dari proyek tahap kedua mempunyai beberapa tujuan diantaranya menghilangakan genangan dibagian Kali Song dan Kali Gondang. Menghilangkan genangan akibat pengaruh pelaksanaan proyek tahap pertama.

Sebagai penyempurnaan dari proyek tersebut dilaksanakan juga tahap ketiga yaitu memperbesar kapsitas Parit Raya dan pembangunan Dam Kampak pada kali Tawing. Proyek tahap ini disusul dengan tahap keempat yaitu pembuatan Dam Bagong di kali Bagong sebagai penampung dan pengendali banjir dan Dam Tugu.

Dari Berbagai Sumber

Fathoni Arief 2007

Comments

Unknown said…
saya tertarik dg bhasan t2g neyama.bs tlg djlskn lbh spesifik tntg daerah di dkt srenggi itu?
Fathoni Arief said…
Wah kalau data-data dan ulasan yang lebih spesifik saya justru sedang menghimpunnya mbak. Apalagi yang terkait dengan sejarah kota Tulungagung. Kalau mbak ada mungkin bisa dishare..
Thx