Skip to main content

Menjadi Klub Mandiri Tanpa Dana APBD

Aliran dana APBD bagi klub di musim kompetisi mendatang akhirnya benar-benar di stop. Aturan mengenai pelarangan itu telah dikeluarkan oleh Mendagri, Gamawan Fauzi, melalui Permendagri Nomor 22 Tahun 2011. Aturan tersebut isinya larangan daerah memberi bantuan APBD kepada klub.
Berhentinya kucuran dana dari APBD mendapat reaksi beragam. Ada yang jelas-jelas mendukung dan ada pula yang kurang setuju. Pihak yang mengamini keputusan tersebut berpendapat selama ini adanya dana APBD lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya. Penggunaan dana dari daerah nyata-nyata juga memberi celah pihak-pihak yang tak bertanggung jawab menyelewengkan dana yang ada.. Ingatan publik tentunya masih belum lupa kasus yang menyeret mantan manajer Persisam Samarinda, Aidil Fitri karena dugaan telah membagi-bagikan sejumlah uang kepada sejumlah politisi dan pengurus PSSI.
Tak hanya itu saja, adanya jaminan dana dari APBD dalam perjalannya membuat pengurus klub bersikap manja sehingga malas untuk berusaha mendapat sumber pemasukan lain ibarat anak sapi yang terus menyusu pada induknya. Akibatnya seringkali mereka tak sadar sudah menjadi alat politik bagi penguasa di daerah.
Meskipun kebanyakan mendukung larangan penggunaan dana APBD, tetapi ada juga pihak yang keberatan. Mereka sebagian besar adalah pengelola klub-klub dari daerah. Mereka mengeluhkan selama ini tak gampang mendapatkan sponsor begitu pula pemasukan dari tiket, maka dari itu dana APBD menjadi elemen yang teramat penting.
Mencari Solusi Jitu
Tertutupnya pintu mendapatkan dana dari APBD membuat pengurus klub harus segera mencari solusi tepat. Tujuanya tentu saja jelas mereka tetap bisa mengikuti kompetisi meskipun harus bersusah payah mencari pemasukan baru. Jika perlu pengurus klub bisa belajar langsung dengan beberapa nama klub yang jauh-jauh hari sudah benar-benar mandiri. Mereka adalah : Arema Indonesia, Pelita Jaya Purwakarta, Semen padang dan Persib bandung. Diantara empat nama klub diatas, Persib Bandung bisa menjadi contoh klub yang dulunya begitu bergantung pada APBD namun kini menjadi klub mandiri.
Selain mencari alternatif pendanaan baru ada hal yang perlu juga diperhatikan oleh pengurus klub yaitu soal manajemen klub. Ini terkait dengan banyak hal, diantaranya kepengurusan yang efektif, kebijakan dalam rekrutmen pemain dan disiplin anggaran.
Satu contoh terkait dengan kebijakan rekrutmen pemain adalah pembatasan pemain asing. Diakui atau tidak selama ini kehadiran pemain asing membuat anggaran satu tim membesar apalagi mereka yang memaksimalkan jatah 5 pemain asing. Sebaiknya kedepan pengurus klub tak lagi menghambur-hamburkan uang hanya untuk mendapatkan pemain asing yang belum tentu mampu mendongkrak kualitas tim. Kini saatnya klub memaksimalkan sumberdaya lokal dan mencari bibit-bibit pemain muda yang berkualitas. Beri kesempatan pemain muda untuk mendapatkan pengalaman bermain.
Aturan pembatasan pemain ini ada baiknya disahkan oleh PSSI sehingga nantinya tak ada kesenjangan antara klub beranggaran cekak dan kaya. Jika tidak bisa saja nanti satu klub yang memiliki sponsor besar tetap saja mendatangkan pemain asing sedangkan di sisi lain klub yang tak punya duit hanya mampu merekrut pemain lokal. Bahkan kalau perlu PSSI bisa meniru langkah Malaysia.
Dengan adanya beragam upaya yang bisa ditempuh, larangan penggunaan dana APBD seharusnya ditanggapi dengan positif. Jadikan saja batu loncatan demi munculnya klub-klub yang dikelola dengan profesional dan jauh dari berbagai permainan politik.
FATHONI ARIEF
Pemerhati Bola tinggal di Yogyakarta
Berbagi takkan pernah membuatmu merugi

Comments