Skip to main content

TAK SEKADAR RUMUS DAN ANGKA

Dra. Damarasih, Pengawas TK/SD Kulon Progo


Ia resah melihat banyak guru tak memiliki kreativitas dalam mengajar. Gayanya kaku, cenderung cuma satu konsep, satu teori atau latihan soal.


Satu ketika, ia menyaksikan seorang guru tengah mengajar. Terkesan kaku dan kurang bisa diterima siswa. Damarasih berpikir keras mencari solusi dan strategi pembelajaran yang pas. Menurutnya cara mengajar seperti itu tidak benar.


Berawal dari hal itu ia pelajari berbagai metode mengajar. Akhirnya ia menarik kesimpulan bahwa strategi pembelajaran guru perlu dibangun dan dibenahi. Salah satunya adalah perlunya kreativitas dalam proses pembelajaran dengan menggunakan media.


Misalnya, mengajar matematika. Menurut Damarasih, media peraga matematika tak semuanya dijual dan disediakan di toko-toko. Oleh karena itu, yang dibutuhkan adalah kejelian, kecermatan dan kreativitas guru. Mereka harus bisa menganalisis kurikulum mana yang membutuhkan alat peraga. Dari hasil analisis, guru bisa membuat alat peraga yang diperlukan berdasar pada rumus-rumus. “Misalnya volume limas sepertiga luas alas dikalikan tinggi. Darimana kok bisa ketemu sepertiga,” kata Damarasih.


Dengan bimbingan tambahan, guru bisa memahami konsep rumus matematika. Diharapkan secara mandiri bisa membuat alat peraga matematika. Dengan alat peraga, para siswa tak sekadar diberi rumus saja tapi juga diajak bermain sambil belajar. Damarasih memberi contoh kegiatan menakar volume kubus dan volume limas.


“Tahapan pembelajaran matematika harus utuh dari penanaman diikuti pemahaman. Memang sesuai dengan pemahaman konsep dan ketrampilan proses jangan sampai ini diberikan saja lewat teori satu ceramah. Tapi tidak diikuti dengan pemahaman. Faham belum anak saya. Itu yang ingin saya benahi disisi itu. Sehingga nanti kalau guru sudah dibangun kompetensi Insya Allah kualitas akan baik,” kata Damarasih.


Penggunaan media dalam pembelajaran, itulah base practice yang Damarasih angkat dalam makalahnya pada saat pemilihan pengawas TK/SD berprestasi bulan Agustus lalu. Dalam proses pemilihan yang diselenggarakan di Jakarta ia akhirnya terpilih sebagai juara ketiga pengawas TK/SD berprestasi tingkat nasional.


Putri Asli Kulon Progo


Damarasih terlahir di Kulon progo, pada Oktober 1959 dari sebuah keluarga besar. Ia merupakan putra ke enam dari 8 bersaudara. Sejak kecil Ayahnya mendidiknya dengan disiplin. Maklum orang tuanya adalah pedagang.


Pendidikan Sekolah Dasar dia tempuh di SD Bekelan Lendah Kulon Progo dan lulus tahun 1971. Selepas SD ia melanjutkan ke SMPN Bumirejo Lendah dan lulus tahun 1974. Selepas lulus SMP Ayahnya mengarahkan untuk masuk SPG meskipun sebenarnya ia tidak berminat. Ia Melanjutkan ke SPGN Bantul lulus tahun 1977.


Kemudian pada waktu lulus SPG itu orang tua Damarasih melarangnya untuk melanjutkan kuliah. Ia memberontak dan sempat mau pergi dari rumah kalau tidak diijinkan untuk melanjutkan kuliah.


“Saya waktu itu bilang kalau saya tidak boleh kuliah saya lebih baik pergi saja,” Kata Damarasih.


Tekad Damarasih yang begitu kuat untuk melanjutkan kuliah akhirnya membuat orang tua luluh. Orang tua mempersilahkan dia daftar kuliah. Akhirnya saya daftar kuliah. Namun ia menunda kuliah selama setahun. Damarasih akhirnya mendaftar untuk kuliah di IKIP Jogja pada tahun 1981 lulus tahun 1986.


Kembali Ke Tempat Asal


Saat baru diangkat menjadi guru negeri Damarasih ditempatkan di SD Kasihan Lendah Kulon Progo. 2 bulan setelah lulus diangkat dan langsung kuliah waktu itu ia masuk SPG di Bantul.

“Saya lulus SPG sudah lama yaitu sejak tahun 1977 akhir. Kemudian tahun 1978, hanya selang waktu 2 bulan setelah lulus diangkat sebagai guru,” kenang Damarasih.


Di SD Kasihan Lendah ia menjadi guru sampai tahun 1995. Setelah itu ia menjadi kepala sekolah selama 7 tahun di SD Nomporejo. Pada tahun 2002 ia dipromosikan menjadi pengawas sekolah di daerah yang sama. Kebetulan sebagai pengawas sekolah tugas dinasnya di kecamatan Lendah. Penempatanya di daerah Lendah tersebut ternyata sangat disayangkan oleh rekan-rekanya yang ada di galur mereka meminta Damarsih untuk tetap disana saja. Akhirnya dengan seijin kepala dinas ia ditempatkan di Galur.


“Akhirnya saya diperintah untuk mengkondisikan di Galur karena rumah saya dekat,” kata Damarsih.


Setelah ditempatkan di Galur akhirnya Damarasih punya komitmen untuk bagaimana memajukan pendidikan di sana. Terlebih setelah ia pernah ditugaskan di wilayah Kokap dimana harus berjalan kaki selama satu setengah jam. Setelah tugas dari Kokap tersebut akhirnya ia lebih bersyukur dan makin menguatkan tekadnya untuk terus mengabdi.


“Melihat kondisi-kondisi lain yang sukar dijangkau saya itu sudah diberi kemurahan oleh Allah,” kata Damarasih.

Buah jatuh Tak Jauh Dari Pohonnya


Damarasih menikah dengan Suharjono. Mereka bertemu dalam kegiatan Kuliah Kerja Nyata. Kebetulan mereka di kecamatan yang sama. Dari pertemuan itu akhirnya tumbuh benih-benih asmara yang berlanjut hingga ke jenjang pernikahan. Saat ini sang suami membuka usaha mebel dan persewaan di daerah Brosot, Kecamatan Galur, Kulon Progo. Dari tahun ketahun usaha suaminya tersebut kian maju bahkan sudah berencana membuka cabang lagi.

Dari hasil pernikahannya tersebut ia dikaruniai 2 orang anak namun yang pertama sudah meninggal dunia. Anak yang kedua sekarang masih sekolah di SMPN 1 galur dan duduk di kelas 2. Namanya Darmastuti mirip dengan sang ibu Damarasih.

Sang putri ternyata memiliki kegemaran yang tak jauh beda dari ibunya. Darmastuti tertarik di bidang Matematika. Sejak duduk di SD ia sudah sering juara di tingkat kabupaten. Bahkan ia pernah masuk pembinaan UGM. Waktu itu yang ikut ada dari Purwokerto Jogja dan sekitarnya.


“Dari hasil perlombaan tersebut Alhamdulillah ia ikut dibina di PPPG Matematika juga UGM meski akhirnya tidak lolos seleksi,” kata Damarasih.


Terus Berkomitmen Berjuang


Saat ini Damarasih bertugas sebagai pengawas TK/SD di kecamatan Galur, Kulon Progo. Ia mulai diangkat disana tahun 2002. Menjadi pengawas menuntut satu sikap komitmen penuh. Meskipun masih saja ada pendapat negatif dari masyarakat mengenai profesi dunia.


“Pendapat negatif itu sebenarnya disebabkan karena pengawas itu punya tugas mengadakan pengalaman mutu di lapangan. Tapi orang biasanya inginnya enak kepenak. Kalau guru itu inginnya kerja sedikit gajinya besar. Tapi dengan kehadiran pengawas mereka mungkin ada persepsi yang lain. Tapi di sisi lain sebenarnya kita itu punya tugas mulia bagi saya,” kata Damarasih meski tak menampik ada juga pengawas yang nakal di lapangan.


Hal lain yang membuatnya resah adalah setiap kali diumumkan pendidikan Indonesia ada di peringkat yang mengkuatirkan. Menurut Damarasih seharusnya semua pihak menyadari bahwa guru, pengawas, dan kepala sekolah sebagai pelaku pendidikan menyadari bahwa mutu pendidikan nasional ini merupakan akumulasi dari proses dalam kelas itu yang tidak disadari.

Dalam pengamatan Damarasih selama ini Kepala sekolah jarang mengikuti kunjungan kelas hal tersebut terjadi khususnya di Sekolah Dasar. Selama ini kegiatan kepala sekolah terjebak pada kegiatan administrator karena tidak punya Tata Usaha sehingga mereka mengesampingkan dan mengecilkan arti pentingnya proses.

“Padahal kalau itu ibarat pabrik kelas itu ruang produksi. Seperti apa kualitas yang akan dilahirkan itu tugas kepala sekolah,”kata Damarasih.

Melihat kondisi yang ada Damarasih bersama rekan-rekan pengawas terjun ke wilayah itu untuk membenahi kekurangan yang ada. Proses yang selama ini dilaksanakan guru secara konvensional dengan hanya ceramah melulu menurutnya akan dirombak.


Berbekal hasil yang dicapai Damarasih pada saat pemilihan pengawas berprestasi ia merasa punya kewajiban moril yang lebih besar. Menurutnya itu sebagai wujud dari rasa syukur yang nantinya akan ia imbangi dengan langkah konkret di lapangan.


“Antara lain saya menginginkan agar sekolah-sekolah binaan saya baik artinya itu dalam dekade beberapa tahun yang akan datang harus semua sudah standar nasional. Kemudian dari sisi guru saya menginginkan bahwa guru-guru saya itu kompetitif,” kata Damarsih.


MF. ARIEF

Comments