Skip to main content

SMPN 1 Trenggalek Menebar Pesona Berbekal asa


Berawal dari program uji coba dua buah kelas kecil ternyata hasilnya sangat memuaskan. Nilai Ujian Nasional yang dulunya rerata hanya berkisar 7,8 naik menjadi diatas 8 bahkan saat ini sudah mencapai 9,13.

Mencapai prestasi tinggi tak harus dengan biaya tinggi hal itu telah dibuktikan oleh Drs. Catur Kepala Sekolah SMPN 1 Trenggalek. Dengan anggaran sekolah hanya sekitar 660 juta berbagai prestasi tetap bisa diraih.

SMP 1 Trenggalek berlokasi di Jl. Dr. Sutomo 10. Di kota kripik sekolah ini merupakan yang tertua. Letaknya berada di dekat pusat kota. Dengan menempati areal lahan seluas kurang lebih 16 ribu meter persegi sekolah ini kini tengah melanjutkan perjalanannya sebagai sekolah rintisan SBI.

Menurut pemaparan Catur satu hal yang dianggap agak unik dari sekolah ini dibandingkan dengan sekolah yang lain adalah adanya kelas-kelas yang kecil. Kelas kecil tersebut sudah dimulai oleh kepala sekolah pendahulunya. Waktu itu telah dirintis kecil dimana satu kelas hanya diisi maksimal oleh 32 siswa. Produk kelas kecil itu sudah meluluskan dua kali. Hasilnya lonjakan kualitasnya memang luar biasa.

Kelas kecil di SMP 1 Trenggalek sudah dimulai tepatnya pada tahun 2002. Lulusan pertama dari kelas kecil itu nilai ujian nasional sudah mencapai 8,88, angkatan kedua nilainya naik lagi menjadi 8,94 dan untuk tahun ini menjadi 9,13.

“Dibandingkan saat kelas besar semua itu maksimal kan cuma 7, sekian-sekian. Satu kelas 32 itu kini untuk semua kelas. Awalnya diujicobakan untuk 2 kelas kemudian satu tahun berjalan bagus kemudian dicanangkan untuk seluruh kelas. Apalagi sekarang untuk kelas rintisan SBI satu kelas hanya 25 orang,” kata Catur.

Kelas-kelas yang ada di SMP 1 Trenggalek sudah dirintis dengan kursi tunggal. Tujuan dari pengadaan kursi tunggal ini menurut Catur agar dinamika di kelas lebih mudah lagi. Pembelajaran yang sentralistik tradisional di sekolah ini menurutnya sudah jarang sekali terjadi. Tambahnya dengan cara seperti itu keberanian anak untuk mengekspresikan dirinya diberi kesempatan.

Selain kursi tunggal sejak awal di semua kelas sudah disediakan OHP. Sesuatu yang tergolong mewah di kota Trenggalek. Ada juga Lab Komputer yang dari tahun ke tahun sudah ditingkatkan kemampuannya. Selain itu ada juga Lab Bahasa serta Lab Multimedia.

Meskipun sebagai Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional ternyata anggaran sekolah ini relatif kecil. Tahun lalu itu anggaran operasionalnya hanya 660 juta. Ketika ada kunjungan dari Direktorat menurut Catur mereka sempat bingung karena biasanya anggaran sekolah bisa mencapai 1 M lebih.

Satu yang agak beda di sekolah ini adalah tidak adanya patokan jumlah yang harus dibayar oleh orang tua siswa. Kondisi ini mulai berjalan sejak dua tahun terakhir, baik iuran rutin maupun insidental. “Komite saya minta tidak membuat minimal maksimal tapi dibangkit kesadaran mereka,” kata Catur.

Satu hal yang menjadi dasar menurutnya bahwa setiap orang tidak ditakdirkan sama rejekinya. “Ada yang 100 ribu murah dan ada yang 10 ribu itu mahal. Sehingga kita buat pernyataan terbuka sanggup memberikan bantuan sekian dengan sukarela tanpa paksaan secara perorangan,” tambahnya.

Orang tua siswa secara perorangan mengisi pernyataan. Dari hal itu mereka berkomitmen untuk membayar sesuai dengan kemampun masing-masing. Ada yang membayar 50 ribu, 100 ribu, bahkan ada yang hingga 1,5 juta. Tiap anak memiliki kartu sendiri, sekolah tidak lagi menerapkan berapa minimal yang harus dibayar siswa. Semua sesuai dengan kesanggupan. Dengan cara seperti itu harapan Catur nantinya akan timbul masyarakat sekolah yang menyadari keberagaman dan ada subsidi silang.

Bagi siswa yang tergolong ekonomi tidak mampu sekolah juga memberi keringanan. Bahkan ada juga yang dibebaskan sama sekali. Semua itu dengan persyaratan siswa bisa membawa bukti yang kuat antara lain surat dari kelurahan yang disahkan oleh kepala desa.

Kondisi kemampuan ekonomi orang tua siswa SMP 1 Trenggalek lebih dari separo dari kalangan menengah. Namun yang menengah kebawah juga masih banyak tapi yang meminta keringanan ternyata tidak banyak. Tahun ini tercatat hanya sepuluh anak yang mengajukan.

Setiap bulan April sekolah mengadakan lomba MIPA tingkat SD. Pada Lomba MIPA tersebut akan ada banyak siswa yang dijaring masuk ke sekolah ini. Dari ajang lomba MIPA biasanya dijaring sekitar 128 anak. Dari jumlah itu ternyata tidak semua sekolah disini. Banyak diantara mereka yang hanya mengukur kemampuanya dan tidak sekolah disini. Dari ajang inilah banyak bibit siswa unggul dijaring.

“Anak siapapun saya tidak mau tahu. Saya pinjamkan scanner dari Primagama. Pagi tes dikoreksi sore langsung diumumkan. Dari situ kami terus mendapat bakat-bakat itu,” kata Drs Catur.

Biasanya materi yang ada di lomba hanya Matematika dan IPA. Namun tahun ini ditambah dengan bahasa Inggris. Penambahan materi itu ada kaitanya dengan status sekolah sebagai RSBI, selain untuk mengenalkan pada masyarakat bahwa Bahasa Inggris harus dikenal sejak dini. Ternyata dampaknya luar biasa. “Sekarang SD yang ada di Trenggalek sudah mulai bergairah mengajar Bahasa Inggris,” kata Catur.

Lulusan banyak sekolah ini ternyata banyak yang diterima di sekolah ternama di Trenggalek dan kota sekitarnya. Menurut Drs Catur lulusannya banyak yang menyebar ke SMA Boyolangu Tulungagung, SMA 2 Kediri dan SMA 3 Malang, bahkan ada yang melanjutkan sampai ke SMA 3 Yogyakarta.

Fathoni Arief