Skip to main content

GURU YANG PENGARANG

Keinginannya menjadi pengarang justru mengantarnya memperoleh penghargaan dari presiden. Jadilah ia guru sekaligus seorang penulis.

“Saya ingin menjadi pengarang,” ungkapnya mantap. Cita-cita sudah semestinya tak cuma diraih juga dipertahankan. Itulah Supriyanto M, MPd. Guru matematika SMP Negeri Unggulan Sindang, Indramayu, Jawa Barat ini bahkan menerima penghargaan Satya Lancana Pendidikan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Guru Berprestasi.


Guru matematika? Ya. Supriyanto, 40 tahun, yang sering menulis artikel di sejumlah media cetak, juga menyabet juara sejumlah lomba penulisan sastra Indonesia untuk guru ini memang sehari-hari mengajar matematika di kelas I dan kelas
III SMP.

Sejatinya, guru bukanlah cita-cita Supriyanto. Sejak remaja ia memang hobi membaca karya sastra. Ia pun suka menulis. Namun jalan sebagai guru dilakoninya sejak kelas 2 SMA.

Sayangnya, tak banyak yang mendorongnya jadi penulis. Yang ada justru cibiran. Bahkan orangtuanya melarang Supriyanto menekuni profesi di dunia sastra. Ibundanya menginginkan ia jadi guru. Dalam gundah, Supriyanto teringat kata-kata gurunya kala ia berkonsultasi. “Menjadi pengarang itu bisa dijalani dalam profesi apa saja,” begitu kurang lebih kata-kata gurunya yang terngiang.

Cita-cita menjadi pengarang tak pupus. Supriyanto melanjutkan pendidikan diploma Fakultas MIPA IKIP Bandung, untuk menyenangkan hati sang ibu. Namun di sana, aktivitas sebagai penulis juga ia jalani. Di kampus Supriyanto bertemu dengan sesama mahasiswa yang juga gemar menulis.

Hobi menulisnya semakin berkembang. Kuliahnya juga ia jalani dengan baik. Ia lulus tahun 1989 sebagai ahli madya. Ia melamar sebagai guru PNS. Keberuntungan menaunginya, SK guru PNS ia dapat. Sebagai guru, hobi menulisnya tak pernah padam. “Semakin enak menulis,” katanya.

Supriyanto bahkan aktif mengikuti lomba kepenulisan bagi guru. Tak lazim, memang, guru matematika tapi jagoan sastra. Berbagai lomba, khususnya penulisan sastra ia juarai. Di antaranya Juara I Sayembara Penulisan Esai Sastra Indonesia untuk Guru SLTP tingkat Nasional (1994), Lomba Penulisan Kritik Film (1995), dan Juara 2 Lomba Penulisan Buku Bacaan Fiksi SLTP tingkat Nasional (1998). Ia pernah diundang ke Jakarta hingga empat kali dalam satu tahun, karena menyabet penghargaan di perlombaan mengarang tingkat nasional. Supriyanto juga Juara 1 Seleksi Pemilihan Guru Teladan (2002) dan Juara 1 Seleksi Pemilihan Guru Berprestasi (2002), keduanya di tingkat Kabupaten Indramayu.

Prestasinya sebagai guru pernah membawanya menjadi peserta Study Tour Program for Teacher Secondary School yang diselenggarakan Japan Foundation pada September 2003. Selain itu Supriyanto juga pernah mengikuti Workshop Climate and Media: Building Partnership Workshop in Asian Institute of Technology (AIT) di Bangkok, Thailand pada Juli 2004. Juni 2007 ini pun, Supriyanto dan guru-guru lain peraih Satya Lencana Pendidikan, terbang ke Malaysia.

Menulis pun menjadi kegiatan lain Supriyanto selain mengajar. Ia biasa bikin puisi, menulis buku, dan berbagai artikel yang tersebar di sejumlah media. Bahkan dari hobi menulisnya, hidupnya jadi lebih kecukupan. Ia juga bisa bekerja maksimal menjalani profesi sebagai guru, tanpa menuntut tambahan ini dan itu.

Ia sadar kesejahteraan guru masih belum bisa dibanggakan. Namun Sarjana S2 Program Manajemen Sekolah Universitas Islam Nusantara Bandung ini berharap para guru bisa menghargai dan mendukung pemerintah dalam setiap kebijakan yang baik bagi pendidikan. “Pemerintah diserang dari berbagai arah, guru pun di cap jelek,” katanya geram.

Guru pun dalam posisi lemah karena tidak punya perlindungan hukum. Ia jadi teringat kejadian yang menimpa sejawatnya yang sempat ditahan karena dilaporkan telah menganiaya siswanya. Padahal, sang guru sekadar menjewer si siswa yang dinilai tidak disiplin.

M. FATHONI ARIEF MAJALAH GURU

Comments

Anonymous said…
salam saya buat Mas Supriyanto. Terus menulid, menulis, dan menulis. Dari temanmu M Syafei di Jakarta . moc_sya@yahoo.com