Skip to main content

CINTA MENGAJAR SEJAK BELIA

Dari Agam, Sumatera Barat kariernya sebagai guru dirintis. Semata karena kecintaannya mengajar. Seabreg penghargaan sebagai guru berprestasi.


SAAT diberitahu mendapat penghargaan Satya Lencana Pendidikan dari Presiden, Delviati sedang sibuk dalam kegiatan penilaian guru berprestasi di Kabupaten Agam, Sumatera Barat.

Sebagai pendidik, kegiatan Delvi tidak semata mengajar di SD Negeri 07, Tangah Koto, Kecamatan Sungai Pua, Kabupaten Agam. Belakangan ini ia terlibat sejumlah kegiatan-kegiatan pendidikan di kecamatan hingga kabupaten. Satu di antaranya, menjadi tim penilai guru berprestasi tingkat kabupaten.

Prestasi Delviati memang bisa dibanggakan. Pantaslah bila ia mendapat anugerah dari pemerintah. Lihat saja sederet penghargaan yang ia sabet selama 19 tahun menjadi guru. Ia Juara II Penilaian Kinerja Guru 2003 tingkat Kecamatan Sungai Pua, Juara II Penilaian Kinerja Guru Kabupaten Agam (2003), Juara II Pemilihan Guru Berprestasi Kecamatan Sungai Pua (2004), dan Juara I Pemilihan Guru Berprestasi Kecamatan Sungai Pua (2005).

Selain itu, Delviati juga pemenang I Pemilihan Guru Berprestasi Kabupaten Agam (2005), Pemenang I Guru Berprestasi Sumatera Barat (2005), dan Pemenang I Pemilihan Guru Berprestasi SD Nasional (2005). Pada 2005 itu, seakan menjadi tahun penuh prestasi. Ia meraih penghargaan dari PGRI sebagai Guru Berprestasi. Delviati juga menjadi finalis forum ilmiah guru tingkat nasional yang diselenggarakan di Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Jawa Tengah di Semarang pada 2005. Tahun lalu dialah Pemenang I Teacher of The Year Provinsi Sumatera Barat 2006.

Delviati memang dikenal sebagai sosok guru yang amat mencintai pekerjaannya. Semenjak kecil ia sudah menyenangi dengan dunia mengajar. Delviati kecil sering melakonkan peran sebagai guru ketika bermain bersama teman-temannya. Delviati bisa mengajar teman-temannya bak guru sungguhan.

Bakatnya mengajar tumbuh dari sang ibu yang memang guru sungguhan. Namun selepas SMP, ia tidak 100% ingin melanjutkan ke Sekolah Pendidikan Guru. Namun keluarga memintanya masuk ke sana.

Jalan sebagai guru beneran dimulai Delviati setamat SPG pada 1988. Ia mengawalinya dengan guru honorer. Selang dua tahun, pada 1990, Delviati diangkat sebagai guru PNS. Ia mengajar di SD Tangah Koto, yang kemudian berganti nama menjadi SDN 16 Tangah Koto dan sekarang bersalin nama lagi menjadi SD Negeri 07 Tangah Koto.

Di matanya, menjadi guru memegang tugas dan tanggung jawab mulia. Beban yang dipikul pun berat karena guru di tingkat pendidikan dasar harus mampu memberikan dasar pengetahuan bagi siswa. Apalagi, guru SD biasanya mengampu banyak mata pelajaran, yang jelas bukan berdasar disiplin ilmu yang dikuasai sang guru. Belum lagi soal kelengkapan fasilitas sekolah dasar yang kerap jadi kendala di daerah.

Ia juga prihatin anak-anak berkebutuhan khusus di daerahnya hingga kini belum punya Sekolah Luar Biasa. Sekolahnya juga menerima anak berkebutuhan khusus, jauh sebelum konsep inklusi didengungkan Depdiknas.

Kendala lain di daerahnya, menyangkut soal rendahnya partisipasi masyarakat pada pendidikan. Akibatnya, sumber daya yang bisa menunjang kemajuan sekolah belum bisa dimanfaatkan secara maksimal. Dari sisi ekonomi, masyarakat di sana rata-rata golongan menengah ke bawah. Dana pendidikan dari masyarakat pun belum bisa diharapkan.

Hal lain yang juga menjadi perhatian Delviati adalah nasib para guru bantu. Tak jarang yang menjalani status itu hingga belasan hingga puluhan tahun. “Keberadaan mereka penting karena guru bantu melengkapi kekurangan pendidik di daerah terisolir untuk menyeimbangkan kebutuhan pendidikan kota dan desa,” katanya.


M FATHONI ARIEF

Comments